ringkasan MAM, said hawwa bab 1-4

في أفاق التعليم

PENDAHULUAN

Banyak angkatan muda islam yang tidak mengenal Hasan Al-Banna dengan fikrah (pemikiran) dan dakwahnya. Padahal mereka seharusnya mengenal dan kita seharusnya mengenalkannya. Apalagi di tengah kaum muslimin saat ini tidak ada fikrah yang representatif-jika mereka ingin mengambilnya sebagai titik tolak yang benar-kecuali milik Hasan Al-Banna. Selain itu banyak orang yang sengaja mengaburkan gambaran tentang Hasan Al-Banna di mata generasi muda islam. Maksudnya tidak lain agar mereka tidak bisa menempuh jalan yang benar sebagaimana beliau gariskan.

Di pihak lain, kini muncul di mana-mana aliran pemikiran sakit yang menghendaki terasingnya fikrah dan dakwah Hasan Al-Banna. Karena itulah mereka-dan yang lainnya-harus mengerti bahwa gerakan islam yang tidak bertolak dari fikrah Hasan Al-Banna adalah terbukti cacat. Rasanya mustahil kita membangun aktivitas yang lengkap dan komprehensif untuk berkhidmat kepada islam tanpanya. Selain itu banyak serangan membabi buta yang ditujukan kepada sebagian fikrah yang dilontarkan oleh Imam Hasan Al-Banna. Banyak sudah orang tergelincir karenanya, terutama mereka yang diberi anugerah oleh Allah berupa keluasan cara pandang, sebagaimana yang telah dianugerahkan Allah kepada Hasan Al-Banna. Hal itulah yang mengharuskan murid-muridnya dan orang-orang yang komitmen dengannya untuk menulis dan menjelaskan fikrah ini dengan mengemukakan argumentasinya.

Titik tolak untuk mewujudkan shaf yang mampu mencapai tujuan adalah dengan tersedianya individu yang mengetahui tujuan sekaligus cara-cara mencapainya secara jelas, juga kemampuan menyesuaikan diri dengan shaf. Risalah ta’lim yang merupakan peninggalan Hasan Al-Banna berupa ijtihad beliau memberi semua ini, merinci segala sesuatu yang diperlukan oleh setiap pribadi muslim dewasa ini, agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan masa lalu, di samping menjelaskan petunjuk-petunjuk untuk meniti masa depan.

Risalah ta’lim berisi dua bagian yaitu rukun-rukun bai’at dan kewajiban-kewajiban seorang mujahid. Hasan Al-Banna sadar bahwa islam memerlukan suatu kelompok tertentu. Untuk tujuan itulah beliau membuat peringkat-peringkat keterikatannya kepada dakwah. Keanggotaan Ikhwan memiliki beberapa peringkat yakni muntasib, musa’id, ‘amil, mujahid, naqib, naib, dan lain-lainnya. Risalah ini ditujukan kepada peringkat mujahid, dengan maksud agar dapat membangkitkan cita-cita umat islam, dan pada saat yang sama, dapat mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam jihad. Risalah ta’lim pada dasarnya merupakan sebuah risalah yang pembahasannya menitikberatkan pada aspek takwiniyah (pembentukan) terhadap individu secara komprehensif agar segala sesuatu menjadi jelas baginya.

 

HASAN AL-BANNA PELETAK TEORI GERAKAN ISLAM KONTEMPORER

Perumusan teori gerakan islam kontemporer harus dipertimbangkan berdasarkan tempat, masa dan kapabilitas peletaknya Kenyataan menunjukkan bahwa tidak seorangpun manusia masa kini yang memiliki sejumlah sifat sebagaimana yang dimiliki oleh Hasan Al-Banna. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa beliaulah satu-satunya orang yang patut merumuskan teori gerakan islam kontemporer ini. Meskipun demikian, hal ini bukan berarti penyematan sifat kema’shuman kepadanya.

Hasan Al-Banna hadir di saat kaum muslimin dalam keadaan tidak menentu. Walaupun mereka berjuang, namun hasil perjuangannya tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Fikrah Hasan Al-Banna adalah fikrah yang syamil (komprehensif), yang memenuhi seluruh kebutuhan kita, dan mengandung gagasan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini, dan dapat pula mengantarkan pada kemenangan islam secara total dengan izin Allah. Barangsiapa yang mengamati realitas kaum muslimin kini, niscaya ia akan mendapati bahwa kapan pun dan di mana pun ide Hasan Al-Banna hadir, di situ muncul dinamika islam dan kaum muslimin. Sebaliknya, pada ketiadaannya kita akan menyaksikan mentalitas yang hina dan tunduk pasrah kepada kekuatan internasional yang kafir, di samping kekuatan regional yang zhalim.

Meskipun Hasan Al-Banna adalah satu-satunya tokoh yang kredibel untuk mengemukakan pandangan dan teori amal islami-berkat anugerah Allah swt-dakwah yang ditegakkannya memiliki mata rantai sejarahnya, di mana jika mata rantai itu saling berselisih, maka terjadilah kerusakan dalam dakwah. Bahaya paling besar yang dihadapi oleh dakwah dan jamaah ini adalah pewarisan yang cacat dan penisbatan diri-yang tidak benar-kepada Hasan Al-Banna.

Jamaah yang didirikan oleh Hasan Al-Banna sesungguhnya mampu mengakomodasi seluruh kepentingan kaum muslimin. Tidak seorang muslim pun yang tidak merasakan bahwa dalam jamaah terdapat segala hal yang diimpikannya. Dengan demikian, seluruh kebaikan telah terkumpul dalam tubuh jamaah dan telah pula membersihkan dirinya dari segala noda yang mengotorinya selama ini.

Jika kita dapat memenuhi kesempurnaan kita, maka kita akan menjadi saksi bagi makhluk Allah dalam urusan agamanya juga saksi bagi seluruh kaum muslimin yang kita seru. Jalan satu-satunya untuk memperjuangkan ini semua adalah jalan yang dirintis dan ditempuh oleh Ustad Hasan Al-Banna.

 

KUNCI MEMAHAMI DAKWAH IKHWANUL MUSLIMIN

Salah satu prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan seorang muslim adalah bahwa umat islam harus mempunyai jamaah dan imam. Kewajiban utama setiap muslim adalah memberikan kesetiannya pada jamaah dan imamnya. Inilah kunci pertama untuk memahami persoalan Ikhwanul Muslimin. Untuk masa sekarang agaknya hanya Ikhwanul Muslimin yang telah memenuhi syarat-syarat itu, karena jamaah islamiyah adalah jamaah yang mempunyai pemimpin yang lurus, yang lahir dari rahim shaf yang lurus pula, dan dibidani oleh sistem syura yang islami. Memiliki ciri-ciri kislaman sejati tanpa tambahan sifat lainnya. Berikap kritis, mengembangkan, dan mempelopori kebaikan di bawah naungan sifat-sifat itu. Aktif menegakkan islam secara total dalam segala lingkup, memahami islam secara baik dan komitmen penuh dengan mengikuti cara-cara yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Karena Hukum islam tidak akan terlaksana kecuali dengan adaanya jamaah, sementara Ikhwanul Muslimin telah bekerja untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka hal ini menunjukkan bahwa keberadaan dan tegaknya Ikhwanul Muslimin merupakan salah satu tuntutan yang harus diperjuangkan. Ini kunci kedua untuk memahami dakwah Ikhwanul Muslimin.

Kunci ketiga dari dakwah Ikhwanul Muslimin adalah bahwa Ikhwanul Muslimin merupakan simbol bagi berkiprahnya panji politik islam di banyak wilayah islam. Ikhawnul Muslimin telah mengibarkan kembali panji-panji perjuangan untuk menegakkan sistem politik islam.

Reformasi islam adalah trade mark Ikhwanul Muslimin yang pertama. Pembaharuan dan paham zaman menjadi kata kunci untuk mengetahui dakwah pokok Ikhwanul Muslimin. Yang masuk dalam dakwah antara lain :

  1. Gerakan menghidupkan islam sesuai yang telah diwariskan oleh Rasulullah saw, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang menuntut penghidupan ilmu, amal, situasi ahati, jiwa, dan ruhani.
  2. Proses menghidupkan islam menyangkut hal-hal :

♦ Fiqih dusturi ( fiqih negara) dan memformat kehidupan islam dengannya

♦ Fiqih an-niqabah (sistem perserikatan dagang)

♦ Qawanin (undang-undang)

♦ Sistem rumah tangga islami

♦ Mengembalikan dinamika kehidupan umat islam

  1. Menghidupkan sistem nilai islam secara global dan sektoral

 

Prinsip umum dari dakwah Ikhwanul Muslimin adalah :

  1. Ikhwanul Muslimin yang merupakan hizbullah (partai Allah) memiliki tujuanm sarana, undang-undang, khithah, dan berbagai atuan lainnya, yang disandarkan pada islam, komitmen pada islam, dam islam sebagai titik tolak (An-Nahl : 89)
  2. Ikhwan adalah jamaah yang masuk ke dalam syariat islam. Pendapat yang beragam terhadap satu persoalan menjadikan daulah islam berhadapan dengan berbagai pilihan, yang dapat disesuaikan dengan waktu dan tempat. Ikhwan pada hakekatnya menegakkan komitmen kepada islam sekaligus mengakomodasi kepentingan zaman dengan jangkauan operasional seluas mungkin.
  3. Memelihara opini umum baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional, pada hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat islam dan dalam batas-batas yang tidak mengakibatkan ternodainya.
  4. Hal-hal yang dijadikan pegangan oleh Ikhwanul Muslimin adalah :

♦ Dibenarkan oleh syariat

♦ Harus sebanding dengan senjata musuh dan dapat mencapai tujuan

  1. Prinsip politik luar negeri Ikhwan adalah prinsip maslahah dengan maslahah dan pergaulan adil sama adil
  2. Setiap wilayah hendaknya memiliki undang-undang, institusi, dan persoalannya sendiri yang ditetapkan berdasarkan ushul fiqih sesuai wilayah yang bersangkutan, namun semua wilayah pemerintahan islam harus tunuk pada satu kekuasaan Amirul mukminin dan seluruh perangkat pemerintah pusat dalam perspektif undang-undang yang berlaku
  3. Ada hukum yang dapat berubah mengikuti perubahan masa, akan tetapi perubahan ini berkaitan dengan kaidah-kaidah perubahan dalam perspektif islam

 

Hal-hal yang perlu diketahui sebagai anggota ikhwanul muslimin adalah :

  1. Memahami permasalah dakwah kita, mendakwahkannya, serta mentarbiyah dan menarik perhatian orang untuk mendukungnya
  2. Cara dakwah harus dapat menyentuh pembicaraan tentang ruh, jiwa, hati, serta nilai-nilai islam yang dapat dicapai. Memahami bekal perjalanan, prinip-prinsip langkah, dan kendala-kendala mendadak yang mungkin muncul di tengah perjalanan dakwah
  3. Memahami kapasitas intelektual orang yang kita dakwahi.

 

TANGGUNG JAWAB BESAR

Tanggung jawab besar kita adalah melakukan tajdid(pembaruan) dan naql(alih generasi), yaitu tentang

  1. Tentang ikhwanul muslimin
  • Ikhwan memsuatkanperhatian pada pelayanan umum
  • Ikhwan sebgai gerakan pembaruan
  1. Mengubah umat sebgai prolog dari proses mengubah dunia

 

Inilah ringkasan sebagian dari kunci untuk memahami Ikhwanul Muslimin dan dakwahnya, serat masalah-masalah yang dihadapi. Ini adalah pengantar terhadap Risalah Ta’lim agar kita mengetahui kedudukannya dalam dakwah Ikhwan dan kepentingannya dalam amal islami masa kini. Dua tanggung jawab besar diatas tidak kita ketahui bagaimana cara menunaikannya dengan benar kecuali setelah kita memahami risalah ta’lim.

تدريبات عناصر اللغة : في التركيب

  1. PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa arab dilembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi idealnya memungkinkan para peserta didik menguasai empat keterampilan  berbahasa  (mmaharatul  istima’,  maharatul  kalam” maharatul  qiraah,‘  maharatul  kitabah),

Tata bahasa merupakan urutan ketiga dari komponen-komponen bahasa yang sudah seyogyanya untuk dikuasai dalam pembelajaran maupun pengajaran bahasa arab itu sendiri. Di kalangan pembelajar bahasa arab Tata bahasa lebih dikenal dengan istilah struktur tatabahasa, struktur gramatikal,atau kaidah bahasa.

Semua bahasa memiliki struktur dengan karakter masing-masing. Bahasa Indonesia misalnya mengenal sistem Diterangkan Menerangkan untuk sebuah frase. Problematika ini tentu membutuhkan teknik pengajaran tersendiri. Dan dalam bahasa arab Peserta didik perlu menguasai tarkib atau susunan bahasa Arab yang biasa disebut dengan Nahwi dan Shorfy, namun peserta didik bukan hanya sekedar memahami kaidah-kaidahnya akan tetapi peserta didik juga harus mahir dalam menggunakan fungsi-fungsi tarkib dalam kalimat, karena pola kalimat merupakan hal penting dalam pembelajaran tarkib.

Dalam pembahasan kali ini, penulis akan membahas mengenai tarkib hingga pada bentuk tadribat yang memungkinkan kita untuk mengevaluasi peserta didik dalam belajar (tarkib).

  1. PEMBAHASAN
  2. Pengertian Tarkib (Struktur Bahasa)

Tata bahasa merupakan seperangkat aturan yang digunakan oleh manusia dalam berbicara atau menulis dan Tata bahasa adalah suatu system aturan yang mempengaruhi susunan dan hubungan konvensional kata-kata dalam suatu kalimat.

Dari pengertian tata bahasa tersebut dapat disimpulkan bahwa tata bahasa terdiri dari dua bagian:

  1. Kata-kata, dan ilmu yang mengatur tata kata disebut dengan istilah ilmu sharf (morphology) [ilmu yang membahas dasar-dasar pembentukan kata, termasuk di dalamnya imbuhan].
  2. Tata kalimat (ilmu nahwu/syntax)  yaitu ilmu yang membahas tentang keadaan kata dalam pembentukannya menjadi kalimat dan kedudukannya dalam kalimat seperti fa’il, ma’ul, mubtada, khabar dan seterusnya.

Tarkib dalam bahasa arab yaitu susunan yang ditinjau dari ilmu nahwu dan ilmu shorof.

Pengertian dari ilmu nahwu sendiri adalah ilmu yang membahas kedudukan kalimah dalam bahasa arab ditinjau dari segi I’rob dan bina’. Sedangkan ilmu shorof adalah perubahan asal suatu kata kepada beberapa kata yang berbeda untuk mencapai arti yang dikehendaki yang bisa tercapai hanya dengan perubahan tersebut.

Dalam bahasa Arab, pengajaran struktur bahasa bisa melalui pengajaran kaidah, sebagaimana diajarkan di pesantren-pesatren salaf,  dan  Model pengenalan kaidah ini juga dilakukan di pondok modern. Bedanya, kalau pondok salaf menggunakan metode deduktif sedangkan pondok modern menggunakan metode induktif. Metode deduktif adalah dengan menetengahkan teori struktur bahasa, khususnya nahwu, baru kemudian kepada contoh-contoh kalimatnya. Sementara itu, metode induktif adalah mengetengahkan contoh-contoh baru kemudian diambil kesimpulannya.

Selain dengan teoritisasi kaidah, juga digunakan latihan-latihan (drill) agar pembelajar bisa membiasakan kaidah hingga tertanam kuat dalam ingatannya.

Qawaid terutama nahwu merupakan salah satu cabang bahasa arab yang paling banyak mendapatkan perhatian sekaligus penentangan dari berbagai  kalangan.[1]  Dikatakan banyak  mendapat  perhatian karena disatu segi akar  historis perkembangan ilmu bahasa arab bermula dan berkembang pesat lantaran  kajian  nahwu yang pada waktu diorentasikan untuk memfasilitasi  pemahaman terhadap Al quran,  dan disegi lain, beberapa lembaga pendidikan kita, terutama pesantren salafi, memusisikan nahwu sebagai pelajaran bahasa  arab  paling  utama  ,sehingga para santri terjebak dalam ”belajar tentang bahasa” dan bukan “belajar berbahasa”. Sementara itu, nahwu banyak mendapat pertentangan  karena keberadaan   nahwu dalam sistem ilmu bahasa arabkerap  kai dituding sebagai  “biang keladi” dan “pemersulit” bahasa arab itu sendiri.[2]

من تجارب المدرسين، لاحظ كثير منهم أنه لا تعارض في حقيقة الأمر بين النظرة إلى تعلم اللغة بوصفها عادة ( سلوك تحكمه العادة ) والنظرة إلى اللغة بوصفها سلوكاً تحكمه القواعد, فنحن حين نتعلم لغتنا, أو أية لغة أخرى, نحتاج إلى فهم القواعد, كما نحتاج إلى التدريب المكثف على استعمال اللغة, حتى نتمكن في النـهاية من استعمال اللغة استعمالاً صحيحاً, وذلك لأن استعمال اللغة والإتيان بصيغها, قد يكون عادة, ولكن اللغة أداة للفكر, والإنسان كائن عاقل, ولا يمكن أن يتجاهل المدرس هذه الحقيقة, إن أراد أن يستفيد من كل طاقات طلابه في عملية التعليم.[3]

  1. Teknik Pembelajaran Struktur Bahasa

Seperti telah diutarakan di muka, dalam metode pengajaran bahasa modern, pengajaran tata bahasa berfungsi sebagai penunjang tercapainya kemahiran berbahasa. Tata bahasa bukan tujuan, melainkan sarana untuk dapat menggunakan bahasa dengan benar dalam komunikasi.

Pada dasarnya, kegiatan pengajaran tata bahasa terdiri dari dua bagian:

  1. Pengenalan kaidah-kaidah bahasa (al-nahwu dan al-sharf)

Pengenalan kaidah dapat dilakukan dengan cara dedukatif atau induktif.

  1. Cara Dedukatif

Dimulai dengan pemberian kaidah yang harus dipahami dan dihafalkan, kemudian diberikan contoh-contoh. Setelah itu siswa diberi kesempatan untuk melakukan latihan-latihan untuk menerapkan kaidah atau rumus yang telah diberikan.

 

Cara ini mungkin lebih disenangi oleh sebagian pembelajar bahasa yang telah dewasa, karena dalam waktu singkat mereka telah dapat mengetahui kaidah-kaidah bahasa, dan dengan daya nalarnya mereka dapat mengaplikasikan kaidah-kaidah itu setiap kali diperlukan.

  1. Cara Induktif

Dilaksanakan dengan cara, guru pertama-tama menyajikan contoh-contoh, Setelah mempelajari contoh-contoh yang diberikan, siswa dengan bimbingan guru menarik kesimpulan sendiri kaidah-kaidah bahasa berdasarkan contoh-contoh tersebut.

Dengan cara ini, siswa secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, yakni dalam menyimpulkan kaidah-kaidah. Karena penyimpulan ini dilakukan setelah siswa mendapat latihan yang cukup, maka pengetahuan tentang kaidah itu benar-benar berfungssi sebagai penunjang keterampilan bahasa.

Suatu hal yang harus dihindari dalam pengenalan kaidah, baik dengan cara deduktif maupun induktif, ialah kecendrungan berlama-lama dalam membahas kaidah-kaidah tanpa sempat melakukan latihan berbahasa itu sendiri, sehingga kegiatan di dalam kelas lebih menyerupai kegiatan analisis bahasa daripada kegiatan berbahasa. Akibatnya pengetahuan tentang kaidah-kaidah itu hanya tinggal sebagai pengetahuan.

  1. Latihan Drill

Ada tiga jenis latihan masing-masing bisa berdiri sendiri atau bisa merupakan urutan yang merupakan kesatuan, yakni:

  1. Latihan mekanis

Pada dasarnya latihan ini bertujuan menanamkan kebiasaan dengan memberikan stimulus untuk mendapatkan respon yang benar. Latihan-latihan ini bisa diberikan secara lisan atau tertulis, dan diintegrasikan dengan latihan keterampilan berbicara dan menulis.

 

  1. Latihan bermakna
  • Alat peraga: baik berupa benda-benda alamiah maupun gambar-gambar, yang dipakai untuk memberikan makna pada kalimat-kalimat yang dilatihkan.
  • Situasi kelas

Benda-benda yang ada di dalam kelas dapat dimanfaatkan untuk pemberian makna.

  1. Latihan Komunikatif

Latihan ini menumbuhkan daya kreasi siswa dan merupakan latihan berbahasa yang sebenarnya. Oleh karena itu, latihan ini sebaiknya diberikan apabila guru merasa bahwa siswa telah mendapatkan bahan yang cukup (berupa kosa kata, struktur, dan ungkapan komunikatif) yang sesuai dengan situasi dan konteks yang ditentukan.

  1. Prinsip-Prinsip Umum

Dalam pembelajaran struktur kalimat, sebaiknya guru memperhatikan beberapa prinsip umum, yaitu:

  1. Guru boleh saja menerangkan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan struktur yang diajarkan dengan syarat harus memperhatikan tingkat kemampuan siswa.
  2. Nahwu sharaf bukan tujuan (ghayah) melainkan perantara atau media (washilah).[4]
  3. Untuk mengajar dikelas pemula sebaiknya guru menghindari penggunaan istilah-istilah nahwu seperti Fa’il, Maf’ul, Mubtada’ khabar dan sebagainya. Namun jika tingkat kemampuan siswa telah meningkat, guru bisa memperkenalkan istilah-istilah tersebut secara bertahap.
  4. Guru bisa membandingkan antara satu struktur kalimat dengan struktur kalimat lain jika siswa telah benar-benar menguasai struktur yang diajarkan.

 

  1. Ketika menyajikan struktur baru, guru perlu memperhatikan masalah pola dan maknanya secara proposional.
  2. Membelajarrkan makna kalimat harus lebih didahulukan dari pada fungsi i’rab.[5]
  3. Dalam mengajarkan struktur bahasa, guru bisa menggunakan dua jenis drill, yaitu dimulai dengan drill secara lisan kemudian diikuti dengan drill secara tertulis.
  4. Dalam pengajaran struktur kalimat, guru harus mampu mengklasifikasikan jenis drill yang cocok dilakukan secara lisan dan tertulis. Beberapa jenis drill yang cocok diberikan secara lisan bisa saja tidak cocok kalau diberikan secara tertulis. Begitu juga sebaliknya.
  5. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dan untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan guru harus mampu melakukan variasi metode mengajar.
  6. Guru harus melakukan review terhadap materi pelajaran struktur kalimat yang sudah diajarkan.
  7. Untuk mengajar kelas besar (jumlah siswanya banyak), guru bisa melakukan latihan menirukan secara klasikal atau kelompok. Untuk mengajar di kelas kecil (jumlah siswanya sedikit), guru bisa melakukan latihan menirukan secara individual.
  8. Dalam mengajarkan struktur bahasa yang baru sebaiknya guru menuliskannya di papan tulis dan dalam menyajikannya hendaknya menggunakan berbagai alat bantu baik berupa audio maupul visual.
  9. Kosakata yang mudah dan sudah dikenal siswa. Karena jika dalam mengajarkan struktur bahasa baru guru menggunkan kosakata yang baru juga, hal ini bertentangan dengan prinsip ilmu pendidikan atau tidak edukatif. Demikian juga dalam mengajarkan kosakata, guru sebaiknya menghindari penggunaan struktur bahasa yang baru dan belum diketahui oleh siswa.
  1. Tujuan pembelajaran Qawa’id

Berdasarkan uraian diatas dalam mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berbahasa arab, maka tujuan pembelajaran qawa’id, baik nahwu maupun sharaf, adalah sebagai berikut:

  1. membekali peserta didik dengan kaidah-kaidah kebahasaan yang memungkinkannya dapt menjaga bahasanya dari kesalahan;
  2. Menumbuh-kembangkan pendidikan intelektual dan membawa mereka berpikir logis dan dapat  membedkan  antara struktur  (tarkib),ungkapan  ungkapan  kata dan kalimat.
  3. Membiasakan peserta didik cermat dalam pengammatan , perbandingan , analogi dan penyimpulan dan mengembangkan rasa bahasa dan sastra.
  4. Melatih perserta didik agar mampu menirukan dan mencontoh kalimat, uslub (gaya bahasa) ungkapan dan performa kebahasaan yang benar serta mampu menilai performa secara salah menurut kaidah yang baik dan benar.
  5. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami apa yang didengar (isi pembicaraan) dan yang tertulis (isi bacaan)[6]
  6. Membantu peserta didik agarr benar dalam membaca, berbicara dan menulis atau mampu menggunakan bahasa arab lisan dan tulisan secara baik dan benar.[7]
  7. Tadribat dalam tarkib

Untuk mengetes kemampuan pembelajar pada aspek struktur bisa dilakukan dengan beberapa cara:[8]

  1. Subtitusi kata . pembelajar diminta memberikan kata yang ebanding dengan sighah yang sesuai dengankata yang ada di dalam kurung

Contoh:الولد أمسي  (يأتي)

  1. Mengisi tempat kosong

Contoh: isilah dengan kata yang sesuai pada kolom yang kosong ini .

أراد  الرجل______يتعلم

  1. Penggabungan

Gabungkanlah dua kalimat dibawah ini menjadi satu kalimat

Contoh: جاء الولد + الولد هو صديقك

  1. Mengganti kata yang salah

Berilah tanda garis dibawah kata kata yang salah kemudian kemukakan kalimat yang betul

Contoh: كان جرى فوقع في الماء

  1. Menyempurnakan kalimat

Sempurnakannlah kalimat dibawah ini

Contoh: إن تدرس _____

  1. I’rab

I’rablah kalimat berikut ini atau kata-kata yang digaris bawahi

الماء في الكوب

  1. Mengubah kalimat

Ubahlah kalimat ini dari madhi ke mudhari’ dari mufrad ke jam’ dari mutakallimm ke mukhatab dari musanna ke mufrad dari mudzakkar ke muannas atau dari mabni ke majhul.

  1. Memilih beberapa alternatif

Pilihlahjawaban yang betul dari jawabn jawaban berikut ini

الولد يكتب درسه ،   الولد هو

  • فاعل
  • مفعول به
  • مبتدأ
  • خبر
  1. Mengganti kalimat

Letakkanlah kata berikut ini sebagai pengganti dari kata yang sesuai dengan kalimat atau alinea berikut ini dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang semestinya.

الولد    كتب

الولدان          درسهما

  1. Menyusun kalimat

Susunlah kata kata berikut ini sehingga menjadi sebuah kalimat sempurna contoh :

الطفل  , وجد ،   البيت ،  في  ، أباه

 

 

Dan pada buku

إعداد مواد تعليم اللغة العربية لغير الناطقين بـه،  عبد الرحمن بن إبراهيم الفوزان  terdapat beberapa bentuk tadribat yang bisa diapakai dalam pembelajaran tarkib

نماذج لتدريبات التراكيب

  • أجب باختصار عن الأسئلة التالية التي تدور حول المطاعم / المواصلات . . إلخ . . .
  • أجب بنعم أو لا هل اسمه سالم ؟
  • أجب بنعم مستعملاً الضمير : هل سالم مهندس ؟ نعم ، هو مهندس .
  • أجب عن الأسئلة التالية مستعملاً لا : هل سالم مهندس ؟ . . .
  • أجب عن الأسئلة التالية مستعملاً نعم : هل سالم مهندس ؟ . . .
  • أجب عن الجمل التالية بأسئلة مناسبة .
  • أجب كما في المثال ( هل هذا. . . ؟ نعم هذا / لا هذا . . . )
  • أجب كما في المثال .
  • أجب بلا مستعملاً الضمير.
  • اختر الجملة الصحيحة نحوياً ضع ( P  ) أو (  Ï  ) .
  • اختصر الجمل الآتية مستعملاً (ذلك) بدلاً مما تسمع / تحته خط .
  • ادرس الجدول ( بعض المصطلحات النحوية مع أمثلة )
  • اربط الجمل مستخدما : رغم أن ، لكن ، عندما ، لأن . . . إلخ . .
  • اربط بين الجمل ، لتصبح فقرة . ( صورة + جمل ) .
  • اربط بين الجمل الآتية مستخدماً ( عندما ) كما في المثال :
  • اربط بين الجمل بأدوات الربط التي في الصندوق .
  • اربط بين الجملة / العبارة والصورة المناسبة .
  • اربط بين الجملتين / العبارتين المناسبتين ( تأتي الجمل والعبارات في قائمتين )
  • اربط بين كل جملتين لتصيرا جملة واحدة .
  • اربط بين كل جملتين مستخدماً الذي والتي . – وجد الرجل الفأس الفأس في الكوخ
  • اربط بين كل جملتين مستعملا ما بين القوسين .
  • اربط بين كل جملتين مما يأتي مع تغيير ما يلزم :
  • اسأل وأجب كما في المثال ( مع الصورة ) ط1: بكم الكتاب ؟ ط2: الكتاب بعشرين ريالاً.
  • اسأل وأجب مستعيناً بالخريطة ( خريطة تظهر فيها بعض الدول الإسلامية )
  • اسأل وأجب مستعيناً بالصورة .
  • استبدل مع تغيير ما يلزم .
  • استخدم المبني للمجهول لتوضح أين ينتج أو يصنع كل مما يأتي :
  • استخرج من الفقرة : اسم موصول . . .
  • استخرج من النص ما يلي :
  • استعمل كما في المثال / الصورة : لماذا يفتح الجد الثلاجة ؟ ليأخذ التفاح ( صورة ثلاجة )
  • استعن بالصور لتتحدث عما يفضل الناس وما لا يفضلون .
  • استفهم مستخدماً أداة الاستفهام التي بين القوسين .
  • استمع إلى السؤال والجواب ثم ضع خطاً تحت الصورة المناسبة .
  • استخرج من النص ما يلي : ( فعلاً – اسم مؤنث – جمع تكسير . .إلخ .
  • أسند الفعل إلى الضمير .
  • اشتق من مادة ( ؟ ض ر ب ) الكلمات المناسبة وضعها في الفراغ .
  • اضبط أواخر الكلمات بالشكل .
  • أضف إلى كل جملة كلمة واحدة مناسبة من الصندوق .
  • أعد الجمل التالية مستخدماً ( اسم ) مثال : هو مصطفى اسمه مصطفى. أنا أنت  أنتِ
  • أعد الجملة مستعملاً سعيد أو سعيدة كما في المثال :
  • أعد العبارات الآتية مستخدماً ( هذا ) أو ( هذه ) كما في المثالين .
  • أعد الكلمات مع إضافة أل قبلـها :
  • أعد صياغة الجملة ، مبتدئاً بما تحته خط .
  • أعد كتابة الجمل ، بعد تصحيح الخطأ .
  • أعد كتابة الجمل مبتدئاً بما في (ب) مغبراً ما يلزم .
  • أعد كتابة الجمل مبتدأً بما تحته خط / ما بين القوسين ، كما في المثال .
  • أعد كتابة الجمل مستخدماً الكلمات التي بين القوسين .
  • أعد كتابة الجملة مستخدماً المذكر / الجمع . . .إلخ . .
  • أعد كتابة الفقرة كما يلي .
  • أعد كتابة الفقرة مستعملاً الضمير .
  • أعد ما يلي : أنا سعيد بمعرفتكَ ( أنتَ ) أنا سعيد بمعرفتكِ ( أنتِ )
  • اقرأ الأجوبة التي في الصندوق ، ثم اكتب كل إجابة تحت الصورة المناسبة .
  • اقرأ الأسئلة . والآن استمع إلى الأجوبة . اكتب بجانب كل سؤال الإجابة المناسبة ( ويرد التدريب بالعكس )
  • اقرأ الأسئلة التي في الصندوق ، ثم اكتب كل سؤال / عبارة تحت الصورة المناسبة .
  • اقرأ الأسئلة والأجوبة / العبارات ، ثم صل بين السائل والمجيب ( عن طريق الفقاعات)
  • اقرأ التوجيهات التي في الصندوق ، ثم اكتب كل توجيه تحت الصورة المناسبة .
  • اقرأ الجمل ، ثم ادرس الملاحظات النحوية ( ملاحظات نحوية مختصرة )
  • اكتب أسئلة وإجابات تدور حول الأشياء التي في الصورة .
  • اكتب أسئلة وإجابات توضح فيها أين توجد هذه الأشياء ، فوق ، تحت ، أعلى
  • اكتب الإجابة بجانب السؤال الذي في الفقاعة ( الأسئلة في الصندوق )
  • اكتب الأفعال التي بين الأقواس في الصيغة الصحيحة .
  • اكتب الصيغة الصحيحة للأفعال التي بين القوسين ، لتكمل ثم تواصل القصة . استخدم الفعل الماضي أو المضارع .
  • اكتب الضمائر / أسماء الإشارة تحت الصورة ، كما في المثال ( الكلمات في الصندوق ، أو من التلميذ .
  • اكتب الفعل الذي يقوم به كل من الآتي : الخباز- الممثل- المدرس-الطبيب -المهندس.
  • اكتب رقم الجواب الذي تسمعه أمام السؤال المناسب .
  • اكتب رقم السؤال الذي تسمعه أمام الجواب المناسب .
  • اكتب فقرة / خمس جمل مستعيناً بالجدول .
  • أكمل الأسئلة. مثال : . . . .  اسمك ؟  . . . . . أنت ؟    . . . .  هو طبيب ؟
  • أكمل الجدول بالصيغة الصحيحة للفعل كما هو مطلوب .
  • أكمل الصفات التالية – كلـها صفات طيبة .
  • أكمل الصفات التالية – كلـها صفات ليست طيبة .
  • أكمل القاعدة النحوية .
  • إليك بعض الأفعال في المضارع . اكتب ماضي كل منـها .
  • املأ الفراغ بالكلمة المناسبة.
  • املأ الفراغ بكلمة مناسبة من الكلمات في الصندوق .
  • انسخ ( انقل ) الرسالة و أكملـها مستخدماً الأفعال ما بين القوسين .
  • انظر إلى إشارات المرور، واقرأ التوجيهات . اكتب تحت كل إشارة التوجيه المناسب.
  • انظر إلى الساعة وأجب عن السؤال . ( كم الساعة الآن ؟ الساعة الآن …)
  • انظر إلى الصور ، أكمل الكلمات .
  • انظر إلى الصور، ثم أكمل الجملة التي تحتـها بالكلمات/ الأدوات التي في الصندوق / من عندك.
  • انظر إلى الصور واقرأ الكلمات ( ظروف المكان )
  • انظر إلى الصورة ، ثم اربط بين أجزاء الجمل .
  • انظر إلى الصورة ، ثم صل بين السؤال والجواب المناسب .
  • انظر إلى الصورة ، وهات الأسئلة والأجوبة المناسبة ، كما في المثال ( أين الحقيبة ؟ الحقيبة على المكتب )
  • انظر إلى الصورة وأجب ( صورة مركبة + أدوات استفهام )
  • انظر إلى قائمة / صورة الأطعمة ، ثم أجب عن الأسئلة ( الزوج / الزوجة )
  • تبادل الأسئلة والأجوبة حول الصور مع زميلك كما في المثال .
  • تبادل السؤال والجواب مع زميلك مستعيناً بالصورة كما في المثال / المثالين ( هل هذا . . .؟ نعم . لا. . . )
  • حوّل . . . .إلى المؤنث / المذكر / المفرد / المثنى / الجمع / الماضي / الأمر / المضارع / النفي / الإثبات / المعلوم / المجهول / الاسمية / الفعلية
  • حوّل الجمل مراعياً ما بين القوسين : هذا قلم ( أنا ) هذا قلمي .
  • حوّل الجملة الاسمية إلى جملة فعلية .
  • حوّل الجملة الفعلية إلى جملة اسمية .
  • حوّل الفعل من المجهول إلى المعلوم .
  • حوّل الفعل من المعلوم إلى المجهول .
  • حوّل كما في الأمثلة مستخدماً الضمير .
  • حوّل من النفي إلى الإثبات والعكس .
  • خاطب المؤنث كما في المثال :
  • خاطب المفردة المؤنثة كما في المثال .
  • خذ من القائمة (أ) أداة استفهام ووائمها مع ما يناسبها من القائمة (ب) ثم اختر جواباُ من القائمة (ج)
  • رتب الأفكار بحسب ورودها في النص .
  • رتب العبارات لتصبح فقرة مفهومة :
  • رتب الكلمات الآتية لتصبح جملة مفيدة .
  • رتب الكلمات لتصبح جملاً .
  • رتّب الكلمات لتصير جملة صحيحة .
  • زاوج بين الأجوبة والأسئلة .
  • زاوج بين الأسئلة والأجوبة .
  • زاوج بين الجمل والصور .
  • صل بين السؤال والجواب المناسب .
  • صل بين كل جملتين مستخدماً اسم الموصول المناسب .
  • صل بين كل كلمتين تأتيان معاً ، وكوّن منهما جملة مناسبة .
  • صل عبارات القائمة (أ) بما يناسبـها من عبارات القائمة (ب)
  • صوّب الأخطاء.
  • ضع أداة الاستفهام المناسبة في الفراغ .
  • ضع أدوات الربط التي في الصندوق ، في الفراغات المناسبة .
  • ضع أسئلة على النص .
  • ضع الضمائر ( الكلمات ) الآتية في الفراغات ( أنا ، أنتِ ، أنتَ ، هي ، هو )
  • ضع الضمائر / أسماء الإشارة / أسماء الموصول في الأماكن المناسبة من الجمل مع استخدام الصورة.
  • ضع الفعل الذي بين القوسين في صيغته الصحيحة .
  • ضع الفعل في (أ) مع الحرف في (ب)
  • ضع الفعل في صيغته الصحيحة (على مستوى الجملة والفقرة ) ( تستخدم الصورة)
  • ضع الكلمات الآتية في أزواج . ثم اكتب أيهما أكبر مستخدماً عبارة أكبر من أو أصغر.
  • ضع الكلمات في ترتيبـها الصحيح.
  • ضع خطاً تحت : الصفات في النص الذي قرأت.
  • ضع خطاً تحت أدوات الاستفهام .
  • ضع علامات الاستفهام في الأماكن المناسبة من الجمل (علامات الاستفهام في الصندوق)
  • ضع علامة (P ) بجانب السؤال المناسب ( الإجابة في المعلم والأسئلة في التلميذ )
  • ضع ما بين القوسين في مكانه الصحيح من الجملة .
  • في كل جملة خطأ واحد . ضع تحته خطاً ، ثم صححه.
  • كون أسئلة مستعيناً بالكلمات ( ساعة – تدرس – اللغة )
  • كون جملا مستعينا بالجدول كما في المثال .
  • كون جملا مستعينا بالصورة كما في المثال .
  • كوّن 6 جمل من الجدول ، واكتبـها تحت الصور ، كما في المثال .
  • كوّن أسئلة من الكلمات الآتية: مثال : أعمل /  شركة    أحب  /  أم
  • كوّن أسئلة مناسبة مستخدماً / مستعيناً بالكلمتين في كل مرة ( السفر / مكة )
  • كوّن تقارن بين ؟ و ؟ من الجدول :
  • كوّن جملا عن الأشخاص الذين في الصورة.
  • كوّن جملاً مستعيناً بالكلمات والصور أو بالكلمات فقط ، أو بالصور فقط .
  • كوّن جملة مستخدماً الكلمتين / الكلمات .
  • هات / كوّن أسئلة وأجوبة مستعيناً بالكلمات والصور .
  • هات أجوبة للأسئلة التالية .
  • هات أسئلة تبدأ بـ هل ………من………إلخ
  • هات أسئلة لما تحته خط كما في المثال :
  • هات أسئلة مناسبة للإجابات .
  • هات صيغة الجمع للكلمة التي تحتـها خط .
  • هات ما يلي في جمل مفيدة : اسم إشارة اسم موصول . . .
  • هات مفرد / مثنى / جمع الكلمات الآتية .
  • وائم بين أداة الاستفهام في (أ) والجواب في (ب)
  • وائم بين الصورة والكلمات . مثال : قديم ، جديد / كبير ، صغير
  • وائم بين الصورة والمهنة .
  • وسع الكلمتين / الكلمة التي بين القوسين .
  • وضح ما إذا كانت الكلمة التي تحتـها خط صفة أم حالاً . اكتب كما في المثال .[9]

 

  • PENUTUP

Dari uraian tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa pembelajaran qawaid haruslah diposisikan sebagai belajar “alat” bahasa, bukan tujuan belajar bahasa arab itu sendiri.

Beberapa latihan yang memungkinkan kita untuk mengevaluasi  peserta didik bisa kita terapkan dalam pembelajaran bahasa arab. Khusus  dalam pembelajaran tarkib.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Muhbib,  Epistimelogi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab  (Jakarta: UIN JP, 2008)

Ahmad Thu’mah, Rusydi,  Ta’lim Lughah Al Arabiyah ‘Manhajuhu Wa Asalibuhu (Rabath : Iseco, 1989)

Ahmad Thu’aimah, Rusydi dan Muhammad al Sayyid Manna’, Tadris Arabiyaah Fil Ata’lim Al Am:Nazariyah Wa Tajarrib, (Kairo: Dar al Fikr Al Arabi)

Al-Khuli, Muhammad Ali. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab, baSan Publishing, Yogyakarta.

Al- Khuli, Muhamad Ali, Model Pembelajaran Bahasa Arab (PSIBA,Bandung: 2002 )

Efendy, Ahmad Fuad. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Miskat. Malang

العربية بين يديك، عبد الرحمن بن إبراهيم الفوزان ومختار الطاهر حسين ومحمد عبد الخالق محمد فضل.

إعداد مواد تعليم اللغة العربية لغير الناطقين بـه،  عبد الرحمن بن إبراهيم الفوزان 1428

 

 

[1] Muhbib Abdul Wahab, Epistimelogi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab  (Jakarta: UIN JP, 2008) hal 177

[2] Ibid, hal 172

 [3] إعداد مواد تعليم اللغة العربية لغير الناطقين بـه،  عبد الرحمن بن إبراهيم الفوزان 1428

[4] Ibid, hal 176

[5] Rusydi Ahmad Thu’mah, Ta’lim Lughah Al Arabiyah ‘Manhajuhu Wa Asalibuhu (Rabath : Iseco, 1989) hal.58

[6] Rusydi Ahmad Thu’aimah dan Muhammad al Sayyid Manna’, Tadris Arabiyaah Fil Ata’lim Al Am:Nazariyah Wa Tajarrib, (Kairo: Dar al Fikr Al Arabi) hal.54-55

[7] Muhbib Abdul Wahab, Op.Cit. hal. 174

[8] Muhamad Ali Al- Khuli, Model Pembelajaran Bahasa Arab (PSIBA,Bandung: 2002 )  Hal.129

[9]  انظر : العربية بين يديك  د. عبد الرحمن بن إبراهيم الفوزان ومختار الطاهر حسين ومحمد عبد الخالق محمد فضل.وفي إعداد مواد تعليم اللغة العربية لغير الناطقين بـه،  عبد الرحمن بن إبراهيم الفوزان 1428

الإجماع

الإجماع

  • المقدمة

الإجماع اصل من أصول الفقه يجمع على حجيته جمهور الفقهاء، ويرونه دليلا نقليا تاليا في الترتيب لكتاب الله وسنة رسوله، لأن المرجع في المسائل التي لم يرد فيه نص صريح من الكتاب أو السنة هو إجتهاد علماء الأمة،[1]

والإجماع في اصطلاح الأصوليين يطلق على اتفاق المجتهدين من أمة محمد في عصر من العصور بعد وفاته على حكم شرعي اجتهادي. ولعلك لحظت أن الإجماع لا ينعقد إلا “باتفاق المجتهدين”. ومفهوم الإتفاق أن يكون على رأي واحد.

والإجماع بعد نوعان : إجماع صريح يكون باتفاق المجتهدين بقول يسمع من كل منهم أو بفعل يشاهد منه في عصر واحد، لايخلتف منهم أحد. و ثانيا إجماع سكوتي يكون بصدور قول او فعل عن بعض المجتهدين يعلم به سائرهم فيسكتون لا يعلنون موافقة ولا يذيعون مخالفة.

عل أن الاصوليين يفرقون بين الإجماع الشرعي ، والإجماع اللغوي، فإذا كان الإجماع على حكم شرعي من أحكام الدين كالحل والحرمة، أو الوجوب والإمتناع،. و أما الإجماع حكم لغوي كإجماعهم على أن الجر خاص بالأسماء ولاجر في الأفعال مثلا.

إذا علماء في إجماع لغوي يعني به علماء أصول النحو. و أبحثها في هذه المقالة: إن شاء الله

  • البحث
  1. مفهوم الإجماع

والمراد به إجماع نحاة البلدين : البصرة والكوفة[2]

الإجماع هو إجماع أهل البلدين ، مالم يخالف نصا أو قياسا، إذ لم يرد أنهم معصومون ككل الأمة ، وإنما هو منتزع من اتقراء اللغة.[3]

وقال ابن جنى إجماع هو إجماع أهل البلدين- البصرة والكوفة_ وهو حجة إذا أعطاك خصمك يده ألا تخالف المنصوص والمقيس على المنصوص، فأما إن لم يعط يده بذالك، فلا يكون إجماعهم حجة.[4]

  1. أنواع الإجماع

نستطيع أن نرصد ثلاثة انواع من الإجماع اللغوي عرض لها العلماء هي

  • إجماع الرواة

يكون باتفاق الرواة على رواية معينة لشاهد من الشواهد، وقال إبن الأنباري في معرض رده على الكوفيين إذ ذهبوا إلى أن <كما> تكون بمعنى <كيما> ويجوز نصب ما بعدها.

اجماع الروة يتفقون على رواية معينة لشاهد من الشواهد، وقد ذكر ذالك ابن الأنباري في معرض رده على الكويين إذ ذهبوا إلى أن”كما” نكون بمعنى “كيما” ويجوز نصب ما بعدها، واعتد به أصلا من الأصول النحوية لا تجوز مخالفته أو الخروج عليه، وكان الكوفيون قد أوردوا شواهد على أن “كما” تكون بمعنى “كيما” ، وأن الفعل ينصب بها، ومن هذه الشواهد قول عدي بن زيد العبادي:

اسمع حديثا كما يوما تحدثه # عن ظهر غيب إذا ما سائل سألا

  • إجماع العرب

عرض السيوطي في “كتاب الإقتراح” الإجماع العرب من غير النحاة والرواة، واتد به أصلا يحتج به إن أمكن الوقوف عليه، قال : “وإجماع العرب أيضا حجة، ولكن أنى لنا بالوقوف عليه؟ ومن صوره أن يتكلم العربي بشيء، ويبلغهم ويسكتون عليه. [5]

ولعلك لحظت أن هذا النوع من الإجماع داخل فيما أسماه الأصوليون “الإجماع السكوتي” على أن ابن الأنباري قد ذكر أن “منذ يومان” مستعمل في لغة جميع العرب.

مثل كلمة  (لولاي) ، في ضمير لولاي ، ولولاك بالخفض عند البصريين، وبالرفع عند غيرهم، فأحدث أنه لا محل له لعدم العامل (أو) كضمير الفصل، أو أنه منصوب ولا ناصب، كما فالوا ي مثل تمييز عشرين، ولا يتعد في ضمير (لولاك) لأنه من ضمائر النصب ولا ناصب، ولا يعد نقضا لإجماع: إذ لا قول أجمع عليه، وإنما هو مسكوت عنه، وقد مسكوت عنه، وقد جاز ي الفقهيات فتحمل اللغة عليها. [6]

  • إجماع النحاة

والمقصود به إجتماع أهل المصريين البصرة والكوفة،[7] وقد نقل السيوطي عن غير ابن جنى قوله: “إجماع النحاة على الأمور اللغوية معتبر خلافا لمن تردد فيه ، وخرقه ممنوع ، ومن ثم رد”[8]

بعض المسائل التى تحدث في إجماع النحاة فيما يلي:

  • في مسألة الختلاف في أصل اشتقاق كلمة ” اسم” نقل عن الكوفيين والبصريين قولهم : أجمعنا على ان الهمزة في اوله همزة التعويض.
  • في مسألة الاختلاف في إعراب الأسماء الستة نقل عنهم قولهم : أجمنا على أن هذه الحركات التي هي الضمة و الفتحة والكسرة تكون إعرابا لهذه الأسماء في حال الإفراد نحو قولك: هذا أب لك، ورأيت أبا لك ومررت بأب لك، وما أشبه ذالك.
  • في مسألة “رافع المبتدأ ورافع الخبر ” ذهبوا إلى أن “العوامل، في محل الإجماع ، إنما هي أمارات ودلالات”
  • في مسألة “أفعل” في التعجب، اسم هو أو فعل؟ نقل عنهم فولهم: “أجمنا على أن “ليس” و “عسى” فعلان
  • في مسألة تقديم خبر ما زال وأخواتها عليهن نقل عنهم أنهم”أجمعوا على أنه لا يجوز تقديم خبر مادام عليها. وقولهم ” فإن كما أجمعنا على أن (مازال) ليس بنفي للفعل أجمعنا على أن “ما” للنفي

وهناك ثمانية وعشرون (28) أو أكثر، من مسائل اتى اتفق النحويين ولم أقرر الكاتب جميعا في هذه المقالة.

  1. الإجماع حجة

وإجماع العرب أيضا حجة ، ولكن أنى لنا بالوقوف عليه ؟ ومن صورة أن يتكلم العربي بشيء ويبلغهم ويسكتون عليه.

السؤال هو : هل يجوز الخروج على الإجماع ؟

نعم ، يجوز الخروج على الإجماع لأنه النحو-كما قال صاحب الخصائص- علم منتزع من استقراء هذه اللغة، فكل من فرق له عن علة صحيحة، وطريقة نهجة كا خليل نفسه وأبا عمرو فكره.

إذا الإحتجاج بالإجماع ليس حجة قاطعة، وإنما فيه تضييق على الخصم لا غير، ونفهم من ذالك أنه يمكن الخروج على الإجماع ، ولكن الباب ليس مفتوحا على مصراعيه، “فلا يسمح بمخالفة الجماعة التي قد طال بحثها، وتقدم نظرها، وتتالت أواخر على أوائل والقوم الذين لا نشك في أن الله سبحانه قد هداهم لهذا العلم الكريم إلا بعد أن يناهضه إتقانا، ويهبته عرفانا، ولا يخلد إلى سانح خاطره، ولا إلى نزوة من نزوات تفكره.[9]

فمخالفة الجماعة مشروطة بطول البحث والتقصى والبعد عن نزوات الفكر، وإرادة وجه الحق وحده لاغير، وفوق كل هذا عدم الغض من السلف أو النيل منهم.

وفي ذالك ما فيه من وقوف في وجه الجمود، ومسايرة لما نطالب به في مناهج العلم الحديث، وقديما قال المازنى:

اذا قال العالم قولا متقدما، فللمتعلم الاقتداء به والانتصار له، والحتجاج لخلافه، إن وجد إلى ذالك سبيلا

وكيفية تناول دليل الإجماع في الستدلال يعني بالنفراده بلاستدلال واجتماعه غيره.[10]

  • الخاطمة

والإجماع في اصطلاح الأصوليين يطلق على اتفاق المجتهدين من أمة محمد في عصر من العصور بعد وفاته على حكم شرعي اجتهادي. ولعلك لحظت أن الإجماع لا ينعقد إلا “باتفاق المجتهدين”. ومفهوم الإتفاق أن يكون على رأي واحد.

والمراد به إجماع نحاة البلدين : البصرة والكوفة،

و الإجماع هو إجماع أهل البلدين ، مالم يخالف نصا أو قياسا، إذ لم يرد أنهم معصومون ككل الأمة ، وإنما هو منتزع من اتقراء اللغة.

والإجماع بعد نوعان : إجماع صريح يكون باتفاق المجتهدين بقول يسمع من كل منهم أو بفعل يشاهد منه في عصر واحد، لايخلتف منهم أحد. و ثانيا إجماع سكوتي يكون بصدور قول او فعل عن بعض المجتهدين يعلم به سائرهم فيسكتون لا يعلنون موافقة ولا يذيعون مخالفة.

 

 IIJMA

  1. Pendahuluan

Ushul nahwu merupakan suatu ilmu yang membahas tentang dalil dalil nahu secara umum baik dari segi kaidah kaidah nya dalil dalilnya maupun dalam benuk apllikasinya

Dalam perkembangan ushul nahu banyak terinspirasi dari wacana keilmuan yang telah dikembangkan oleh ulama ushul fiqh, Sebagaimana kita tahu, penggunaan ketiga istilah tersebut sama dengan istilah dalam Ushul Fiqh, bahkan dalam maknanya. Hanya saja dalam pembahasan kali ini, perbedaan konteks juga menjadikan perbedaan penerapan ketiga istilah tersebut. Jika dalam Ushul Fiqh, ketiganya digunakan dalam menentukan hukum islam, maka dalam Ushul Nahwu juga digunakan dalam menentukan hukum, bukan hukum islam tetapi hukum-hukum dalam kaidah Ilmu Nahwu.

Sesuai dengan yang telah dikemukakan diatas, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang salah satu tentang dalil nahu yaitu ijma yang tercakup didalamnya pengertian ijma dan pembagiannya serta kehujahannya.

 

  1. Pembahasan
  2. Pengertian Ijma’

Ijma’ secara etimologi (bahasa) mempunya dua arti yaitu العزم على الأمر (hasrat pada suatu perkara) dan yang lain ada الإتفاق (kesepakatan), perbedaan diantaranya kedua arti diatas bahwa pendapat yang pertam memungkin bahwa Cuma ada satu kejadian, tapi tidak untuk arti yang kedua yang mana tidak memungkinkan Cuma ada satu kejadian tapi seharusnya ada dua atau lebih.[11]

 

Sedangkan pengertian Ijma’ secara terminology (istilah) adalah kesepakatan para ulama’ mujtahid pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah Saw atas hokum syar’i.[12] Menurut para linguis Arab Ijma’ berarti , ((إجماع نحاة البلدين البصرة الكوفة  kesepakatan antara ulama’ kota Basrah dan kuffah. Para linguis tersebut memperbincangkan hal ini serta memnjelaskan syarat-syarat penghujjahan menggunakan ijma’.[13]

Merujuk kepada definisi yang dipaparkan oleh Ibn Jinni dalam kitabnya Al Khashaish,

الإجماع هو إجماع أهل البلدين –البصرة و الكوفة- و هو حجة إذا أعطاك خصمك يده ألا تخالف المنصوص و المقيسعلى المنصوص، فأما إن لم يعط يده بذالك، فلا يكون إجماعهم حجةعليه[14]

Kesepakatan ulama’ dua kota yakni Bashrah dan Kuffahdan kesepakatan itu boleh menjadi hujjah bila orang lain mengakui bahwa hal itu tidak bertentangan dengan nash dan yang diqiyaskan kepada nash. Namun bila tidak ada pengakuan, maka ijma’ tersebut tidak dapat dihujjahkan.

  1. Bentuk-bentuk ijma

Sebagaimana yang berlaku dalam ushul fiqh, ijma dalam ushul nahwu terbagi kepada dua macam [15]

  1. Ijma sharih yaitu kesepakatan yang terjadi setelah masing – masing ahli sepakat mengemukakan pendapatnya secara jelas dan terbuka yang mana setelah itu tidak ada pendapat yang berbeda
  2. Ijma sukuty yaitu kesepakatan dalam bentuk mengemukakan pendapat – pendapat secara terang dan terbuka oleh seseorang atau beberapa orang tertentu saja dan para ahli yang lain tidak ada yang membantah pendapat tersebut oleh karena tidak ada bantahan tersebut dianggap telah menyetujui pendapat yang dikemukakan sebelumnya.

Contoh seperti kalimat lau laya dan laulaka yang terdapat dalam syai sbagaia besar orang bashrah berpendapat bagwa dhamir (kata ganti) ya dan kaf berada dalam tempat mahraj sedangkan menurut al akhfasy dan ulama kuffah dhamir menduduki tempat rafa’.

Menurut abu al-baqa sebagaimana yang dikutip oleh asuyuty ada dua kemungkinan

  1. Dhamir idak ada tempat dalam i’rab artinya tidak mempunyai kedudukan tertentu dalam komposisi kata karena padanya tidak terdapat ‘amil. Bila tidak mempunyai amil maka tidak ada pula amal, oleh karena itu tidak erlarang jika dhamir tersebut tidak ada irabnya dengankata lain ia adalah dhamir fashl.
  2. Dhamir tersebut berada pada tempat nashab karena dhamirnya adalah dhamir nashab dalam hal ini dia tidak memerlukan amil [16]

Sedangkan menurut mahmud ahmad nahlah ijma itu terbagi kepada tiga yaitu :[17]

  1. Ijma ruwat yaitu kesepaaktan yang terjadi pada orang yang meriwayatkan dari sumber yang sama

Contoh: ulama kuffah menyatakan bahwa kama dengan makna kiima boleh menashabkan kata atau fiil sesudahnya dengan bukti sebuah syair addy bin zaid  al ibady yaitu

اسمع حديثا كما يوما تحدثه # عن ظهر غيب إذا ما سائل سأل

Sedang kan al-abary sepakat dengan perawi lain dengan sebuah riwayat dengan rafa’

  1. Ijma orang arab yaitu ijma yang terjadi pada orang arab yang juga dapat dijadikan hujjah dan sebagian ahli nahu mengatakan bahwa ijma ini dinamakan juga dengan ijma’sukuty
  2. Ijma ahli nahwu yaitu ijma yang terjadi antara ahli nahwu yang terdapat didua kota yaitu bashrah dan kuffah

Contoh:

  1. Mereka sepakat bahwa i’rab al asma asiitah dengan menggunakan harkat yaitu dengan dhommah, fathah dan kasrah  هذا أب لك ، ورأيت أبا، ومررت بأب لك    dan apabila i’rabnya ditempat mufrad
  2. Mereka sepakat bahwa khabar al mubtada’ yang bila berupa kata sifat maka itu mengandung dhamir misal kalimat عمر حسن ، زيد قائم lafaz حسن dan قائم  disini merupakan khabar al mubtada menyifati mubtada’ dan keduanya mengandung dhamir yang kembali pada omasing masing yang disifati
  3. Mereka sepakat bahwa fiil madhi yang menjadi sifat dari lafazh yang dibuang maka ia menjadi hal [18]
  4. Kehujahan ijma sebagai dalil nahwu

Para ulama’ Nahwu mengambil dalil dengan menggunakan ijma’ dalam menetapkan hukum nahwiyah atau menjawab perdebatan argumentasi nahwiyah.[19]

Mengenai kehujahannya ijma menurut ulama bashrahh bahwasanya ulalma basrah mengakui hukum yang dihasilkan ijma, baik yang datang dari kalangan arab atau yang disepakati oleh ahli nahwu.

Begiru juga ahli kuffah juga mengakui keberadaan ijma dan mengakui bolehnya berhujjah dengan ijma, sebagaimana pandangan ibnu jinni yang mewakilli dari aliran bagdad bahwasanya diamerima ijma sebagai dalil, namun dia memberikan syara bahwa ijma itu harus sesuai dengan manqul (ucapan yang diriwayatkan) dan apa apa yang diwiyaskan kepadanya. Dan ijma orang arab juga bisa menjadi hujjah karna kesamaan dan keeragaman yang terjadi dalam koneks berbahasa dikalangan orang arab.

Sebagaimana penghujjahan dalam ilmu Ushul Fiqh, ijma’ dalam Ushul Nahwu memiliki konsep yang tidak berbeda, diantaranya sebagai berikut :

  1. Disepakati para mujtahid. Dan tidak berdasarkan kesepakatan maupun penyangkalan orang ‘awwam atau orang yang belum mencapai derajat mujtahid. Karena mereka tidak professional berpendapat dalam mengetahui hukum-hukum syar’i. Dalam hal ini meskipun dalam beberapa periode terdapat para mujtahid yang tidak membenarkan ijma’. Jika pun dijumpai beberapa dari para mujtahid pada suatu periode yang membenarkan ijma’ secara mufakat bilamana terdapat beberapa mujtahid menurut Jumhur.
  2. Mufakat oleh seluruh mujtahid. Jika suatu hukum disepakati oleh sebagian besar saja dari para mujtahid maka hal ini tidak dapat disebut ijma’ menurut jumhur ulama’ bilamana terdapat sebagian kecil yang berbeda pendapat.
  3. Para mujtahid adalah ummat Nabi Muhammad saw, dan tidak butuh kesepakatan dari para mujtahid dari ummat nabi lain. Karena keberadaan mujtahid hanya menkonteks pada masa nabinya. Hal ini berorientasi pada dalil-dalil yang dikhususkan untuk ummat Nabi Muhammad saw demi menghindari kesalahan dalam mufakat dengan adanya ketidak sepakatan mujtahid ummat lain.
  4. Ijma’ dibenarkan pada masa setelah wafatnya Rasulullah saw. Maka  ijma’ tidak dapat dijadikan pijakan pada zaman beliau, sebab Rasulullah saw menyetujui para sahabat atas hukum yang disepakati dengan sunnah, bukan ijma’. Jika beliau tidak sepakat dengan ittifaq parasahabat, maka hukum tersebut tidak dapat disepakati untuk dijadikan suatu hukum.
  5. Hukum itu disepakati oleh para mujtahid secara syar’I seperti hukum wajib, haram ataupun hukum shahih, fasad, dsb. Berdasarkan hal ini, kesepakatan hukum-hukum lughawiyyah ataupun aqliyyah tidak melalui jalan syar’i. Seperti kesepakatan atas huruf fa’ yang berfaedah tartib dan ta’qib, dan lafadz tsumma (ثمّ) yang berfaedah tartib dan tarakhi, dan sebagaimana kesepakatan para Ulama’mengenai fenomena-fenomena alam dan sejenisnya.[20]

Namun yang menjadi persoalan lain dalam ijma adalah, apakah dalam ijma kita dibolehkan untuk keluar dari ijma itu sendiri dalam artian bolehkah tidak mengikuti ijma.

Dalam buku yang dikarang oleh afaf husain  bahwasanya boleh saja keluar dari ijma karena pembahasan nahwu adalah pembahasan umum dan tidak mengikat atau menjadi keputusan yang “qatiah” atau mutlak. Asalkan pendapat yang dikeluarkannya tidak menyalahi dari periwayatan yang benar yaitu alquran dan hadist.

Lalu pendapat yang diluar ijma itu sendiri tidak menyalahkan dan menafikan pendapat yang sudah menjadi ijma karena pastinya para ulama yang sudah mengkaji ilmu nahwu ini jauh-jauh hari sudah melakukan ijtihad yang tidak memakan sedikit waktu. Dan disetiap pendapat kita perlu menjadikan hasil ijma itu sendiri sebagai bahan pendamping dalam mengemukakan pendapat yang lainnya.

Jadi ijma boleh menjadi hujjah asal tidak bertentangan dengan alquran dan sunnah, dan juga harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

 

 

 

 

 

  1. Penutup

Jadi ijma adalah kesepakatan ula adua kota yakni bashrah dan kuffah dan kesepakakan iu boleh menjadi hujjah bila orang lain mengakui bahwa hal itu tidak bertentangan dengan nash dan yang diqiyaskan kepada nash namun bila tidak ada pengakuan maka ijma tersebut tidak dapat dihujjahkan

Pembagian ijma ada terbagi kepada dua yaitu ijma sharih dan ijma sukuti sedangkan menurut ulama lain ijma dibagi tiga yaitu ijma ruwah, ijma arabi dan ijma nuhah.

Dan ijma boleh dijadikan sebagai hujjah asal tidak bertentangan dengan al quran dan sunnah juga memenuhi sayara-sayart yang ditentukan.

Demikianlah makalah yang bisa penulis buat dan jelaskan khusus dalam pembahasan ijma dalam kajian dalil nahwu, jika ada kesalahan dan analisis yang kurang tepat, saran dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan.

Jazakallah..

 

 

 

[1]  محمد أبو زهرة : أصول الفقه 185

[2]  جلال الدين السيوطي ، الإقتراح في أصول النحو ، دار البيروت 2006  ص. 73

[3] أحمد طه حسانين سلطان ، المختصر في أصول النحو ، جامعة الأزهر-كلية اللغة العربية 2005 ص. 80

[4]   عفاف حسانين، في أدلة النحو،  المكتب الأكاديمية ، كلية البنات ، جامعة عين شمس ص. 143

[5]  محمود أحمد نحلة ، أصول النحو العربي ، دار المعرفة الجامعة، 2002 ص. 80

[6]  أحمد طه حسانين سلطان، ص 74

[7]  ابن الأنباري: الإنصاف 392

[8] ا السيوطي ، ص. 35

[9] عفاف حسانين، ص. 218

[10]  عفاف حسانين، ص.222

[11] Tamim Mulloh.Al-Basith fi Ushulin Nahwi wa Madarisihi. (Malang: dreamlitera,2014) h. 51

[12] Abdul Wahab Khallaf. Ilmu Ushul fikih. Jakarta: Pustaka Amani, hal. 54

[13] Ahmad Muzakki, Paradigma Ilmu Nahwu. hal. 433

[14] Abu al Fath Utsman Ibn al Jinny., Al Khashaish, al Maktabah al Ilmiah, 1952, hal. 189

[15] Mahmud Ahmad Nahlah, Ushul Nahwi  Al Arabi (Iskandariyah: Dar Al Ma’rifah al-Jamiiyah) hal 79

[16] Ak Syuyuty , al iqtirah fi ashul nahwi (dar al-Ma’rifah al jamiiyyah  cet,1 1998) h 68.69

[17] Mahmu Ahmad Nahlah, Op.Cit. h. 79-81

[18] Afaf Hasanain, fil adillati an nahwi (kairo : al maktabah al akadiiyah,1996)  h. 213

[19]   خديجة الحديثي، حضارة العرق. دار الحرية للطباعة، بغداد 1985، ص 433

[20] خديجة الحديثي، ص 143

MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

Penulis : THARMIZI / NIM: 088142218*

  1. PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi, maka berbagai model pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas juga mengalami perkembangan. Seorang guru memang masih tetap merupakan salah satu sumber belajar tetapi tidak lagi satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didiknya. Guru menggunakan sumber belajar lain yang disebut sebagai media untuk pembelajarn peserta didiknya. Oleh karena itu sebelum guru menggunakan media dalam proses belajar mengajar, maka guru dituntut untuk mengetahui bagaimana teknik pemilihan media pembelajaran agar media yang digunakan dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran.

Media telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. Di negara yang telah maju, media telah mempengaruhi kehidupan hampir sepanjang waktu. Waktu yang terpanjang, yang paling berpengaruhi itu adalah waktu yang digunakan untuk bersekolah.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang media pembelajaran, dalam hal ini media pembelajaran bahasa arab, yang mencakup dari pengertian media, manfaat media dan macam macam media.

  1. PEMBAHASAN
  2. Pengertian media

Media menurut kamus KBBI adalah alat atau  alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk, sedangkan media pendidikan adalah alat dan bahan yg digunakan dl proses pengajaran atau pembelajaran.[1]

Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar, dalam bahasa arab media adalah perantara (وسائل) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.[2]

Ada beberapa pengertian yang dijabarkan oleh para ahli diantaranya sebagaimana berikut:

  1. Gerlach dan Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, meteri atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.[3]
  2. Menurut Azhar Arsyad kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) dalam bukunya Azhar Arsyad memberikan batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.

3.    Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah mengartikan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan guru untuk menyalurkan pesan kepada para siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga mereka dapat memahami dengan baik dan benar apa yang disampaikan guru.[4]

Kata media pembelajaran secara jelas meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari antara lain buku, tapie recorder , kase, videeo, video camera , film silde, foto , gambar , grafik, telvisi, dan komputer dll. Jadi dengan kata lain media itu komponen sumber belajara atau wahana fisik yang mengandung meeri instruksional dilingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.[5]

Istilah media juga sering kita dengar dan dikaitkan dengan kata teknologi yang berasal dari kata lain tekne dan logos . dan jika dihubungkan dengan pendidikan dan pengajaran maka teknologi mempunyai pengertian sebagai perluasan konsep tentang media dimana teknologi bukan sekedar benda alat, bahan atau pekakas tetapi tersimpul pula sikap, perbuatan, organisasi dan menajemen yang berhubungan dengan penerapan ilmu.[6]

Dalam kegiatan belajar mengajar sering pula pemakaian kata media pembelajaran atau (وسائل التعليمية) digantikan denga istilah seprti alat padang dengar, bahan pengajaran, komunikasi padang dengar pendidikan alat peraga pandang teknologi pendidikan alat peraga dan media penjelasan.[7]

Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran. Dan dapat dirumuskan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk meyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa.

Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

 Maka dari berbagai pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa media pembelajaran bahasa arab adalah segala sesuatu yang di pakai dalam pembelajaran bahasa arab yang dapat dipergunakan untuk meyampaikan pesan dan dapat merangsang pikiran, serta dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan siswa untuk mengikuti proses belajar dengan baik, dan mempermudah guru untuk menyampaikan materi yang diberikan.

Dan berdasarkan pengertian diatas maka ada beberapa ciri ciri umum yang terkandung pada batasan pengertian media tersebut sebagai berikut:

  1. Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenla sebagai hard ware (perangkat keras) yaitu sesauatu benda yang dapat dilihat didengar atau diraba dengan panca indera
  2. Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak) yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangka keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa
  3. Penekanan media pendidika terdapat pada visual dan audio
  4. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik didalam maupun diluar kelas
  5. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guruu dan siswa dalam proses pembelajaran
  6. Media pendiidkan dapat digunakan secara massal (misalnya: radio, televisi) kelompi besar dan kelaompi kecil (misalnya film, lide video , ohp) atau perorangan (meisalnya : modul , komputer, radio tape , kaset dan video recorder)
  7. Sikap, perbuatan, organisiasi , strategi , dan menajaemen yang berhubungan denga penerapan suatu ilmu.[8]

  1. Pentingnya media pembelajaran

Fungsi dan peranan media sangat penting dalam pembelajaran, sebab dalam pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa. Jika proses pembelajaran hanya dilakukan dengan komunikasi akan terkesan verbal, menimbulkan ketidak siapan siswa, kurang minatnya belajar, dan pembelajaran kurang efektif. Agar pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik serta hasil yang optimal, dalam menyusun perencanaan pembelajaran keberadaan media juga dimasukkan sebagai bagian integral. Pemilihan media juga harus tepat sesuai dengan materi pembelajaran agar keberadaan media benar-benar berfungsi sangat vital.

Hamalik mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.[9]

Sejalan dengan uraian ini, Mahmud Yunus mengungkapkan, bahwasanya media pembelajaran paling besar pengaruhnya kepada indera dan lebih dapat menjamin pemahaman. Orang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dan lama bertahannya dibandingkan dengan mereka yang melihat, atau melihat dan mendengarnya.[10]

Media pembelajaran membawa dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi murid-murid dan memperbarui  semangat mereka dan membantu memantapkan pengetahuan pada benak para siswa serta menghidupkan pelajaran.

Dalam proses belajar mengajar, kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada peserta didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media.[11] Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media.

Media pengajaran dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan, mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain: (a) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih balk, (c) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran, (d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.[12]

Contoh sederhana, guru akan mengajarkan kaifiyat memandikan janazah. Ia menggunakan media seperti boneka, kain basahan, ember, air, dan timba. Setelah guru memberikan penjelasan teknis, ia lalu menggunakan alat yang tersedia dan siswa memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Hal ini akan jauh lebih menarik daripada hanya mendengar ceramah guru ntentang kaifiyat tersebut. Dan siswa juga akan lebih termotivasi untuk belajar dan memudahkan pemahan karena langsung berhadapan dengan media sesuai dengan materi.

Contoh lainnya adalah penggunaan media dalam pelajaran bahasa arab. Menggunakan media gambar, shortcard, akan lebih menarik dan siswa akan antusias dalam menerima pelajaran dari pada harus vakum mengajar bahasa inggris. Contohnya : mencatat semua pelajaran ataupun qawaid.

  1. Jenis dan Klasifikasi Media Pembelajaran

Ada banyak media pembelajaran, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks dan rumit, mulai dari yang hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada perangkat keras.

Dalam perkembangannya media mengikuti perkembangan teknologi. Teknologi yang paling tuan yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip mekanis. Kemudian lahir teknologi audio-visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan pembelajaran. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu:

  1. media hasil teknologi cetak,
  2. media hasil teknologi audio-visual,
  3. media hasil teknologi berbasis komputer, dan
  4. media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.

Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh Seels dan Glasgow yang dikutip Arsyad (2006:33) dibagi ke dalam dua kategari luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir.

  1. Pilihan Media Tradisional
  2. Visual diam yang diproyeksikan (proyeksi tak tembus pandang, proyeksi overhead, slide, (filmstrips).
  3. Visual yang tak diproyeksikan (gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pameran, papan info, papan bulu/flanel)
  4. Audio (rekaman piringan hitam dan pita kaset)
  5. Penyajian multimedia (slide plus suara, paduan gambar-suara, dan multi image)
  6. Visual dinamis yang diproyeksikan (film, televisi, video).
  7. Cetak (buku teks, modul, teks terprogram, buku kerja, majalah berkala, lembaran lepas atau hand-out).
  8. Permainan (teka-teki, simulasi, permainan papan).
  9. Realia (model, specimen/contoh, manipulatif (peta, globe, boneka).

  1. Pilihan Media Teknologi Mutakhir
  2. Media berbasis telekomunikasi (teleconference dan telelecture)
  3. Media berbasis mikroprosesor ( pembelajaran berbantuan komputer, permainan komputer, pembelajaran interaktif, hypermedia, dan compact video disc).

Pengelompokan media yang banyak dianut oleh para pengelola pendidikan adalah seperti yang disampaikan oleh Kemp dan Dayton (1985). Oleh mereka, media dikelompokkan dalam delapan jenis, yaitu:

  1. Media cetak,
  2. Media pajang,
  3. Overhead transparacies (OHT) dan Overhead Projector (OHP),
  4. Rekaman audiotape,
  5. Slide dan filmstrip,
  6. Penyajian multi-image,
  7. Rekaman video dan film, dan

\

Setiap media sudah pasti memiliki kelebihan dan keterbatasan dalam penggunaannya. Seorang guru seharusnya dapat mengkaji kelebihan dan keterbatasan itu, kemudian menjadikan kajiannya itu sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah.

  1. Media-media pembelajaran bahasa arab

 

Alternatif media dalam pembelajaran bahasa Arab

  1. Dalam pembelajaran mendengarkan, media yang dapat digunakan yaitu: radio, tape recorder, video, dan laboratorium bahasa.
  2. Dalam pembelajaran berbicara, media yang dapat digunakan yaitu: permainan, gambar, kartu kata dan kalimat, wacana, teks puisi, dan lingkungan.
  3. Dalam pembelajaran membaca, media yang dapat digunakan yaitu bahan cetakan seperti buku, modul, lembaran lepas, kliping berupa wacana atau cerita.
  4. Dalam pembelajaran menulis, media yang dapat digunakan yaitu: gambar, foto, lingkungan, papan pajang, pengalaman siswa, dan televisi.

  

  1. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media

Kelemahan-kelemahan yang nampak menggejala dalam pemakaian media merupakan bagian yang diperhitungkan dalam proses belajar-mengajar bukan didasarkan pada pemikiran logis dan ilmiah, melainkan sekedar memenuhi perkembangan majunya teknologi atau kebiasaan yang berkembang di lingkungan sekolah. Seorang pelajar membiasakan untuk memakai media pengajaran yang telah disediakan oleh suatu sekolah untuk membantu dalam mempermudah penyampaian pesan pembelajaran, sehingga pemakaian media tersebut tidak didasarkan pertimbangan pada kebutuhan dan karakteristik siswa atau kesesuaian dengan materi yang akan disajikan dan tujuan yang akan dicapai.[13]

Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam usaha memilih media pengajaran yakni (1) dengan cara memjilih edia yag elah tersedia dipads\saran yang dapat dibeo guru dan lasung dapat dipergunakan dalam peoses pengajaan (2) meilih berdasarkan kebutuha nyata yang telah direncakaan khususnya yang berkenaan dengan tujuan yang telah dirumuskan secara khusus dan bahan pelajaran yang hendak disampaikan.[14]

 Pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik. Media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran itu juga memerlukan perencanaan yang baiak. Meskipun demikian, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa seorang guru memilih salah satu media dalam kegiatannya dikelas atas dasar pertimbangan:

  1. Ia merasa sudah akrab dengan media itu.
  2. Ia merasakan bahwa media yang dipilihnya dapat menggambarkan dengan lebih baik daripada dirinya sendiri.
  3. Media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian siswa, serta menuntutnya pada penyajian yang lebih testruktur dan terorganisir.
  4. Ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih konkret.[15]

Jadi dengan dasar pertimbangan inilah yang diharapkan oleh guru agar dapat memenuhi kebutuhannya dalam mencapai. Mc. Connel (1974) mengatakan bila media itu sesuai pakailah “If The Medium Fits, Use it!”. Hal yang menjadi pertanyaan di sini adalah apa ukuran atau kriteria kesesuaian tersebut. Jawaban atas pertanyaan ini tidaklah semudah pertanyaannya. Beberapa faktor perlu dipertimbangkan, misalnya tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa atau sasaran, jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio, visual, gerak, dan seterusnya), keadaan latar atau lingkungan, kondisi setempat dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya harus diterjemahkan dalam keputusan pemilihan media.[16]

Pada tingkat yang menyeluruh dan umum pemilihan media dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

  1. Hambatan pengembangan dan pembelajaran yang meliputi faktor-faktor dana, fasilitas dan peralatan yang telah tersedia, waktu yang tersedia (waktu mengajar dan pengembangan materi dan media), sumber-sumber yang tersedia ( manusia dan material).
  2. Persyaratan isi, tugas, dan jenis pembelajaran. Isi pembelajaran beragam dari sisi tugas yang ingin dilakukan siswa, misalnya penghafalan, penerapan keterampilan, pengertian hubungan-hubungan, atau penalaran dan pemikiran tingkatan yang lebih tinggi. Setiap katagori pembelajaran itu menuntut perilaku yang berbeda-beda dan dengan demikian akan memerlukan teknik dan media yang berbeda-beda pula.
  3. Hambatan dari sisi siwa dengan mempertimbangkan kemampuan dan keterampilan awal, seperti membaca, mengetik, dan menggunakan komputer, dan karakteristik siswa lainnya.
  4. Pertimbangan lainnya adalah tingkat kesenangan dan keefektivan biaya.
  5. Pemilihan media sebaiknya mempertimbangkan pula:
  6. Kemampuan mengakomodasikan penyajian stiimulus yang tepat (visual dan / atau audio).
  7. Kemampuan mengakomodasikan respon siswa yang tepat (tertulis, audio, dan / atau kegiatan fisik).
  8. Kemampuan mengakomodasikan umpan balik
  9. Pemilihan media utama dan media skunder untuk penyajian informasi dan stimulus.
  10. Media skunder harus mendapat perhatian karena pembelajaran yang berhasil menggunakan media yang beragam. Dengan penggunaan media yang beragam, siswa memiliki kesempatan untuk menghubungkan dan berinteraksi dengan media yang paling efektif sesuai dengan kebutuhan belajar mereka secara perorangan.[17]

            Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media adalah sebagai berikut:

  1. Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari pihak siswa sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan latihan. Lagi pula pengalaman yang akan dialami siswa harus relevan dan bermakna baginya. Oleh karena itu, perlu untuk melahirkan minat dengan perlakuan yang memotivasi dari informasi yang terkandung dalam media pembelajarn itu.
  2. Perbedaan individual. Siswa belajar dengan cara dan tingkat kecepatan yang berbeda-beda. Faktor seperti intelegensia, tinkat pendidikan, kepribadiannya, dan gaya belajar mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Tingkat kecepatan penyajian informasi melalui media harus berdasarkan tingkat pemahaman
  3. Tujuan pembelajaran. Jika siswa diberitahukan apa yang diharapkan mereka pelajari melalui media pembelajaran itu, kesempatan untuk berhasil dalam pembelajaran semakin besar. Tujuan ini akan menentukan bagian isi yang mana yang harus mendapatkan perhatian pokok dalam media pembelajaran.
  4. Organisasi isi. Pembelajaran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau ketrampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke dalam urutan yang bernakna. Siswa akan memahami dan mengingat lebih lama materi pelajaran yang secara logis disusun dan diurut-urutkan secara teratur.
  5. Persiapan sebelum belajar. Siswa sebaiknya telah menguasai secara baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang diperlukan secara memadai yang mungkin merupakan persyaratan untuk penggunaan media dengan sukses. Dengan kata lain, ketika merancang materi pelajaran, perhatian harus ditujukan kepada sifat dan tingkat pemahaman siswa.
  6. Pembelajarn yang melibatkan emosi dan perasaan pribadi serta kecakapan amat berpengaruh dan bertahan. Media pembelajaran adalah cara yang sangat baik untuk menghasilkan respon emosional seperti takut, cemas, empati, cinta kasih, dan kesenangan.
  7. Agar pembelajaran berlangsung dengan baik, seorang siswa harus menginternalisasi informasi, tidak sekedar diberitahukan kepadanya. Oleh karena itu belajar memerlukan kegiatan. Partisipasi aktif oleh siswa jauh lebih baik daripada mendengarkan dan menonton secara pasif. Dengan partisipasi kesempatan lebih besar terbuka bagi siswa untuk memahami dan mengingat materi pelajaran itu.
  8. Penguatan (reinforcement). Pembelajran yang didorong oleh keberhasilan amat bermanfaat, dapat membangun kepercayaan diri, dan secara positif mempengaruhi perilaku di masa-masa yang akan datang.
  9. Latihan dan pengulangan. Agar suatu pengetahuan atau keterampilan dapat menjadi bagian kompetensi atau kecakapan intelektual seseorang, haruslah pengetahuan atau keterampilan itu sering diulang dan dilatih dalam berbagai konteks. Dengan demikian ia dapat tinggal dalm ingatan jangka panjang.
  10. Hasil belajar yang diinginkan adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerapakan atau mentransfer hasil belajar pada masalh atau situasi baru. Tanpa dapat melakukan ini, pemahaman sempurna belun dapat dikatakan dikuasai.[18]

  1. Kriteria Pemilihan Media

Kriteria pemilihan media haruslah dikembangkan  sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan sifat-sifat khasnya (karakteristik) media yang bersangkutan.

Prof. Ely dalam kuliahnya di Fakultas Pascasarjana IKIP Malang tahun 1982 mengatakan bahwa pemilihan media seyugyanya tid k terlepas dari konteknya bahwa media merupakan komponen dari sistem intruksional secara keseluruhan, karena itu meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor lain seperti karakteristik siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilainnya juga perlu dipertimbangkan.[19]

Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan dikemudian hari.

Ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam memilih media yaitu:

  1. Kesesuaian dengan Tujuan (intructional goals)

Perlu dikaji tujuan pembelajaran apa yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Kemudian bisa dianalisis media apa saja yang cocok guna mencapai tujuan tersebut.

  1. Kesesuaian dengan Materi Pembelajaran (intructional content)

Yaitu bahan atau kajian apa yang diajarkan pada program pembelajaran tersebut. Pertimbangan lainnya dari bahan atau pokok bahasan tersebut sampai sejauhmana keadaan yang harus dicapai, dengan demikian kita bisa mempertimbangankan media apa yang sesuai dengan menyampaikan bahan tersebut.

  1. Kesesuaian dengan Karakteristik Pembelajaran atau Siswa

Dalam hal ini media haruslah familiar dengan karakteristik siswa atau guru. Yaitu mengkaji sifat-sifat dan ciri-ciri media yang akan digunakan. Hal lainnya karakteristik siswa, baik secara kuantitatif (jumlah) ataupun kualitatif (kualitas, ciri dan kebiasaan lain) dari siswa terhadap media yang akan digunakan

  1. Kesesuaian dengan Teori

Pemilihan media ini harus didasarkan atas kesesuaian dengan teori. Media yang dipilih bukan karena fanatisme guru terhadap suatau media yang dianggap paling bagu, namun didasrkan atas teori yang diangkat dari penelitian dan riset sehingga telah teruji validitasnya. Pemilihan media harus merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran yang fungsinya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pembelajaran.

  1. Kesesuaian dengan Gaya Belajar Siswa

Kriteria ini didasarkan atas kondisi psikologis siswa, bahwa siswa belajar dipengaruhi pula oleh gaya belajar siswa.

  1. Kesesuaian dengan Kondisi Lingkungan, Fasilitas Pendukung, dan Waktu yang Tersedia

Bagaimanapun bagusnya sebuah media apabila tidak didukung oleh fasilitas waktu yang tersedia maka kurang efektif. Media juga terkait dengan user atau penggunaanya dalam hal ini guru, jika guru tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan media tersebut dengan baik maka akan sisa-sia, begitu juga fasilitas lainnya.[20]

  1. Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran

Pemilihan media pembelajaran yang sesuai dengan  standar kompetensi dan indikator yang ditetapkan pada dasarnya merupakan suatu perluasan keterampilan berkomunikasi yang membutuhkan suatu proses yang rinci, sistematis dan khusus. Memilih media pembelajarn yang terbaik untuk standar kompetensi dan indikator suatu pembelajaran bukan suatu pekerjaan yang mudah. Karena pemilihan media tersebut didasarkan pada berbagai prinsip dan faktor yang saling mempengaruhi.

Ada beberapa prinsip dalam memilih media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh guru, yang terpenting dalam pemilihan media pembelajaraan dimaksud adalah adanya patokan yang digunakan pada proses pemilihan media itu. Pemilihan dan penggunaan suatu media pembelajaran harus melibatkan tenagan yang mampu, terampil, dan profesional untuk memanfaatkannya disetiap lembaga pendidikan. Biaya yang dibutuhkan juga harus tersedia dan terjangkau oleh suatu lembaga pendidikan yang bersangkutan.[21]

Secara garis besar beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu:

  1. Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu, apakah sasarannya siswa TK, SD, SMA, atau siswa Sekolah Dasar Luar Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan.
  2. Karakteristik Media Pembelajaran. Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki dalam kaitannya dengan pemilihan media pembelajaran. Disamping itu, hal ini memberikan kemungkinan bagi kita untuk menggunakan berbagai media pembelajaran secara bervariasi.
  3. Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian kita bisa menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih.

Selanjutnya perlu diingat bahwa tidak ada satu mediapun yang sifatnya bisa menjelaskan semua permasalahan atau materi pembelajaran secara tuntas.[22]

  1. Tips dalam Memilih Media Pembelajaran

Sebelum memutuskan untuk memanfaatkan media dalam kegiatan pembelajaran di dalm kelas, hendaknya guru melakukan seleksi terhadap media pembelajaran mana yang akn digunakan untuk mendampingi dirinya dalam membelajarkan peserta didiknya. Berikut ini beberapa tips atau pertimbangan-pertimbangan yang dapat digunakan guru dalam melakukan seleksi terhadap media pembaelajaran yang akan digunakan.[23]

  1. Menyesuaikan Jenis Media denganMateri Kurikulum

             Sewaktu akan memilih jenis media yang akn dikembangkan atau diadakan maka perlu yang diperrhatiakan adalah jenis materi pelajaran yang mana yang terdapat di dalam kurkulum yang dinilai perlu ditunjang oleh media pembelajaran. Kemudian, dilakukan telaah tentang jenis media apa yang diniai tepat untuk menyajikan materi pelajaran yang dikehendaki tersebut.

             Sebagai contoh misalnya, pelajaran Bahasa Arab, untuk kemampuan berbahasa mendengarkan atau menyimak (maharah istima’), media yang lebih tepat digunakan adalah media kaset audio. Sedangkan untuk kemampuan menulis atau tata bahasa, maka media yang lebih tepat digunakan adalah media cetak. Sedangkan untuk mengajarkan kepada peserta didik tentang cara-cara menggunakan organs of spech untuk menuturkan kata atau kalima (pronounciation), mak media video akan lebih tepat digunakan.

  1. Keterjangkauan dalam Pembiayaan

             Dalam pengembangan atau pengadaan media pembelajaran hendaknya juga mempertimbngakan ketersediaan anggaran yang ada. Kalau seandainya guru harus membuat sendiri media pembelajaran, maka hendaknya dipikirkan apakah ada diantara sesama guru yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan media pembelajaran yang dibutuhkan. Kalau tidak ada, maka perlu dijajaki berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan mediannya.

  1. Ketersediaan Perngkat Keras untuk Pemanfaatan Media Pembelajaran.

             Tidak ada gunannya merancang dan mengembangkan media secanggih apapun kalau tidak didukung oleh ketersediaan peralatan pemanfaatannya di kelas. Apa artinya tersedia media pembelajaran online apabila, disekolah tidak tersedia perangkat komputer dan fasilitas koneksi ke internet yang juga di dukung oleh Lokal Area Network (LAN). Sebaliknya, pemilihan media pembelajaran sederhana(seperti misalnya media kaset audio) untuk dirancang dan dikembangkan akan sangat bermanfaat karena peralatan / fasilitas pemanfaatannya tersedia di sekolah atau mudah diperoleh di masyarakat, selain itu sumber energi yang diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan media sederhana juga cukup mudah yaitu hanya dengan menggunakan baterai kering.  Dari segi ekspertis atau keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan media sederhana seperti media kaset audio atau transparasi misalnya tidaklah terlalu sulit untuk mendapatkannya. Tidaklah juga terlalu sulit untuk mempelajari cara-cara perancangan dan pengembangan media sederhana.

  1. Ketersediaan Media Pembelajaran di Pasaran

             Karena promosi dan peragaan yang sangat mengagumkan/ mempesona atau menjanjikan misalnya, sekolah langsung tertarik untuk membeli media pembelajarn yang ditawarkan. Namun sebelum membeli media pembelajrannya (program), sekolah harus terlebih dahulu  membeli perangkat keras untuk pemanfaatannya. Setelah peralatan pemanfaatan media pembelajarannya dibeli ternyata di antara guru ada atau belum tanu bagaimana cara-cara mengoperasikan peralatan, pemanfaatan media pembelajaran media pembelajaran yang akan diadakan tersebut. Di samping itu media pembelajarannya (program) sendiri ternyata sulit didapatkan di pasaran sebab harus dipesan terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu.

Kemudian, dapat saja terjadi bahwa media pembelajaran yang telah dipesan dan dipelajri, kandungan materi pelajarannya sedikit sekali relevan dengan kebutuhan peserta didik (sangat dangkal). Sebaliknya, dapat juga terjdi bahwa materi yang dikemas di dalam media pembelajaran sangat cocok dari membantu mempermudah siswa memahami materi pelajaran. Namun, yang menjadi masalah adalah bahwa media pembelajaran tersebut sulit didapatkan di pasaran.

  1. Kemudahan Memanfaatkan Media Pembelajaran

             Aspek lain yang juga tidak kalh pentinnya untuk dipertimbangkan dalam pengembangan atau pengadaan media pembelajaran adalah kemudahan guru atau peserta didik memanfaatkannya. Tidak akan terlalu bermanfaat apabila media pembelajaran dikembangkan sendiri atau yang dikontrakkan pembuatannya ternyata tidak mudah dimanfaatkan, baik oleh guru maupun oleh peserta didik. Media yang dikembangkan atau dibeli tersebut hanya akan berfungsi sebagai pajangan di sekolah.

  1. Pemilihan Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing-masing, maka dari itulah kita diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.

Adapun dalam memilih media, perlu diperhatikan hal-hal  sebagai berikut:[24]

  1. Memahami karakteristik setiap media
  2. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai
  3. Sesuai dengan metode pelajaran yang digunakan
  4. Sesuai dengan materi yang dikomuniasikan
  5. Sesuai dengan keadaan siswa
  6. Sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, kemudahan memperoleh media
  7. Sesuai dengan keterampilan guru menggunakannya
  8. Ketersediaan waktu menggunaknnya
  9. Sesuai dengan taraf berfikir siswa.

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan dikemudian hari.

Ada beberapa prinsip dalam memilih media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh guru, yang terpenting dalam pemilihan media pembelajaraan dimaksud adalah adanya patokan yang digunakan pada proses pemilihan media itu. Pemilihan dan penggunaan suatu media pembelajaran harus melibatkan tenagan yang mampu, terampil, dan profesional untuk memanfaatkannya disetiap lembaga pendidikan. Biaya yang dibutuhkan juga harus tersedia dan terjangkau oleh suatu lembaga pendidikan yang bersangkutan.

Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing-masing, maka dari itulah kita diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.

  1. Saran

Dengan mengetahui bagaimana teknik pemilihan media pembelajaran hendaknya, kita sebagai calon pendidik dapat memahami dan mengetahui media-media apa yang cocok untuk digunakan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran, sehingga penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pemebelajaran. Semoga kita dapat mengambil manfaat dari apa yang telah tertulis di makalah ini.

[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline V 1.3

[2] Azhar arsyad, Media Pembelajaran,(Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004 ) h.3

[3]Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 3

[4] Http. Media-pembelajaran//23//com. (Retrived at 15.00) Blog Milik  Syaiful.

[5] Ibid h. 5

[6] Ibid h. 5

[7] Ibid h 6

[8] Ibid h 7

[9] Omar Hamalik dalam  Azhar Arsyad, Op.cit., h. 15-16

[10] Mahmud Yunus, Al-Tarbiyah wa al-Ta’lim,,

[11]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet.ke-3, h. 120

[12] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), Cet.ke-5, h. 2

[13] Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers. 2002) h.124

[14] Harjanto , Perencanaan Pengajaran,(Jakara: Rineka Cipta, 2005) h 247-248

[15] AzharArsyad, Media Pembelajaran,( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) h. 67

[16] Arif S. Sadiman dkk, Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012) h.84

[17].AzharArsyad, Op. Cit, hlm. 69-71

[18] Ibid, hlm. 72-74

[19] Arif S. Sadiman dkk, Op. Cit, hlm. 85.

[20] Nurhasnawati, Media Pembelajaran, Pekanbaru: Pusaka Riau, 2011, hlm.54

[21] Ibid, hlm. 61

[22] M. Khalilullah, Media Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: Aswaja Persindo, TTh,) h.34-35

[23] Ibid, hlm.31-33

[24]Ibid, hlm. 34

MENGUTIP DAN MERUJUK SERTA MENULIS DAFTAR RUJUKAN

Penulis : THARMIZI / NIM: 088142218

  1. PENDAHULUAN

Mengutip dan menulis rujukan mungkin sudah pernah kita temukan ketika kita mulai belajar pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menengah dan di tingkat strata 1, ketika menulis sebuah karya tulis kita akan sadar betapa pentingnya sebuah pengetahuan akan kutipan dan rujukan ini. Bahkan dalam penulisan karya ilmiah menjadi suatu yang mutlak ada dan dilakukan oleh segenap civitas akademika yang melabuhkan diri dalam penulisan karya ilmiah.

Ada cara dan susunan dalam membuat kutipan dan catatan kaki yang harus diketahui dalam membuat karangan ilmiah. Dan unsur ini terkadang disepelekan oleh sebagian orang dalam menyusun karangan ilmiah.

Pada kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan tentang kutipan, dan catatan kaki, dan cara membuat/ mengambil kutipan, dan catatan kaki yang benar. Dan Pembahasan ini amatlah penting untuk menunjang mata kuliah karya tulis ilmiah. Dan pada bagian akhir penulis akan mencantumkan analisa penulis pada salah satu karya tulis mahasiswa S2 yang sudah diselesaikan.

 

  1. PEMBAHASAN
  2. KUTIPAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kutipan adalah pungutan; petikan; nukilan; sitat.[1] Dan menurut Erizal Gani, dalam karya tulis ilmiah, yang dimaksud dengan kutipan adalah suatu kegiatan yang berkaitan dengan memungut, mengambil, atau meminjam pemikiran orang lain berdasarkan kaidah dan tata cara tertentu.[2]

Kutipan juga berarti peminjaman pemikiran orang lain ataupun pendapat dari seseorang pengarang, baik berupa tulisan dalam buku, kamus, ensiklopedia, artiket, laporan, majalah, koran, surat kabar atau bentuk tulisan lainnya, maupun dalam bentuk lisan berupa informasi yang disampaikan seseorang dan lain sebagainya.

Bahan-bahan yang dimasukkan sebagai kutipan adalah bahan yang tidak atau belum menjadi pengetahuan umum, hasil-hasil penelitian terbaru dan pendapat-pendapat seseorang yang tidak atau belum menjadi pendapat umum.

Dalam mengutip kita harus menyebutkan sumbernya. Hal itu dimaksudkan sebagai pernyataan penghormatan kepada orang yang pendapatnya dikutip dan sebagai pembuktian akan kebenaran kutipan tersebut.

Pada dasarnya kutipan dalam sebuah karya ilmiah memiliki dua fungsi yaitu:

  1. Untuk memperkuat analisa yang digunakan
  2. Menjadikan acuan untuk melakukan analisa secara kritis.[3]

Kutipan merupakan pengambilan pendapat dari para ahli atau teori yang telah ada berhubungan dengan persoalan yang sedang diteliti namun demikian seorang peneliti tidak mesti harus sependapat dengan pendapat yang telah ada, seorang peneliti bisa saja melakukan analisa kritis terhadap pendapat yang dikutip dengan cara menguraikan argumentasi yang rasional.

Melalui analisa kritis terhadap pendapat yang dikutip maka akan muncul dua kemungkinan konklusi yaitu :

  1. Memperkuat pendapat yang dikutip
  2. Memperlihatkan kelemahan pendapat yang dikutip dengan mengumumkan sisi-sisi kelemahan tersebut. Melalui proses ini, akan memungkinkan munculnya seleksi ilmiah terhadap ilmu pengetahuan.[4]

Fungsi lain dari kutipan adalah:

  1. Untuk memperkokoh dan memperkuat suatu gagasan.
  2. Untuk mempetanggungjawabkan suatu pemikiran atau gagasan dari orang lain yang dikutipnya.
  3. Untuk perbandingan bagi penulis mengenai pembahasan yang ditulisnya .
  4. Untuk melihat kesungguhan seorang penulis karya ilmiah.
  5. Untuk ilustrasi analisis seorang penulis.[5]
  6. Untuk landasan teori bagi seorang penulis.[6]

Peletakan kutipan dilakukan dalam dua cara yakni, pada teks atau menjadi bagian catatan kaki. Peletakan pada catatan akhir (end note) umumnya dilakukan andaikata penulis tidak menginginkan adanya penjelasan yang akan mengganggu keruntutan uraian pada teks.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam mengutip, di antaranya :

  1. Penulis mempertimbangkan bahwa kutipan itu perlu.
  2. Penulis bertanggung jawab penuh terhadap ketepatan dan ketelitian kutipan.
  3. Kutipan dapat terkait dengan penemuan teori.
  4. Jangan terlalu banyak mempergunakan kutipan langsung.
  5. Penulis mempertimbangkan jenis kutipan dan kaitannya dengan sumber rujukan.

 

  1. JENIS KUTIPAN

Ada dua macam bentuk kutipan dalam sebuah karya ilmiah yaitu:

  1. Kutipan langsung

Kutipan langsung adalah pengambilan pendapat para ahli sama dengan bentuk asli yang dikutip dalam hal susunan kata dan tanda bacanya. Kutipan langsung tidak boleh lebih dari satu halaman.

Cara Merujuk Kutipan-Kutipan Langsung[7]

  1. Kutipan langsung yang panjang tidak selalu dibuat di dalam tanda kutip. Hal ini dibolehkan jika kutipan tersebut diletakkan pada tempat tersendiri.
  2. Jika ada penyataan yang salah maka penulis tidak boleh mengubah apapun dan andaikata penulis tidak menyetujui apa yang dikutipnya atau menemukan kesalahan, ia dapat memberi tanda: [ ] atau [siec]. Siec berasal dari kata latin sicut yang berarti “dengan demikian”, “jadi..”, “ seperti itu”.

Contohnya : ‘Tugas Bank antara lain adalah memberi pinjam uang.’

Pengutip tahu bahwa dalam kalimat itu ada kata yang salah, namun pengutip tidak boleh memperbaikinya.

Cara memperbaikinya:

  • ‘Tugas bank antara lain memberi pinjam [seharusnya, pinjaman, penulis] uang.’
  • ‘Tugas bank antara lain memberi pinjam [Sic!] uang.’ [Sic!] artinya dikutip sesuai dengan aslinya.

 

  1. Jika kutipan itu pendek maka dibuat didalam dua tanda kutip (“…“). Tanda kutip tersebut adalah sebagai penanda bahwa pernyataan yang terdapat diantara dua tanda kutip itu adalah milik orang lain.

Contoh :

Perempuan minangkabau merupakan perempuan yang pemberani. Salah satu bukti yang memperkuat pernyataan itu diungkapkan dalam SKH singgalang (2009:10), ”Jemaah Calon Haji (JCH) Perempuan Sumatera Barat, benar-benar wanita pemberani. Soalnya, dari dua kloter yang sudah diterbangkan dua pertiga diantaranya adalah kaum wanita” dst…

 

Contoh lainnya:

…. pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh phoenix. Menurut poenix (dalam Nanu, 2002), “manusia merupakan paduan antara fakta dan nilai-nilai tertentu yang bersifat luhur”. Paduan tersebut akan ….

 

  1. Jika kutipan langsung tersebut panjang dan dibuat di tempat tersendiri maka ada aturan tertentu sebagaimana berikut:
  2. Baris pertama kutipan dipisahkan dari kalimat sebelumnya denga jarak 2.5 spasi
  3. Jarak kutipan adalah 1 spasi
  4. Kutipan dijorokkan anatara 5-7 ketikan, biasanya penjorokan ini sejauh penjorokan baris pertama (awal) paragraf.
  5. Dan garis pertama dijorokkan juga 5-7 ketikan jika kutipan terletak pada bagian awal paragraf, jika tidak maka tidak perlu dijorokkan.

Contoh:

Salah satu dari fungsi bahasa adalah sebagai alat kontrol sosial. Apakah yang dimaksud dengan kontrol sosoial tersebut?

Yang dimaksud dengan kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tidak tanduk orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka (overt: yaitu tingkah laku yang dapat di amati atau di observasi), maupun bersifat tertutup (convert:yaitu tingkah laku yang dapat dioservasi).(keraf:1980)

 

Melalui fungsi kontrol sosoial bahasa tersebut, rasa kekeluargaan, saling menghargai, tenggang rasa, dan lain-lain dapat ditingkatkan dalam kehidupan bermasyarakat.

  1. Kutipan tidak langsung

Kutipan tidak langsung adalah proses pengambilan pendapat para ahli yang dijabarkan dengan bahasa penulis tanpa mengurangi atau merubah esensi atau pokok pikiran pendapat yang dikutip . proses pengetikannya tidak mengalami perubahan sebagaimana proses pengetikan biasanya [siec] sebuah kalimat (2 spasi).[8]

Dalam pengertian lain kutipan langsung adalah Penulis melakukan parafrase atau menggunakan kalimat-kalimat yang disusunnya sendiri (hanya mengambil pokok pikiran/inti sari dari sumber yang dikutip) untuk dinyatakan kembali dengan kalimat yang disusun oleh pengutip sendiri.

Satu hal yang perlu dan harus diingat dalam pengembangan informasi dari ide pokok yang dipinjam tersebut adalah keaslian ide. Artinya, pengembangan ide tersebut tidak mengubah makna ide pokok yang dikutip. Oleh karena itu kutipan ini sering disebut juga kutipan isi (Erizal Gani, 2013:152)

 

Contoh:

Melihat demikian srategisnya pendidikan bagi manusia maka tidak berlebihan jika –secara tegas– fazlur rahman seorang neo modernis pakistan mengatakan bahwa pembaharuan dunia islam mesti dimulai dari pendidikan, melalui pembaharuan dibidang pendidikan, memungkinkan intelektual muslim mampumenghasilkan solusi jangka panjang yang tepat bagi menghasilkan solusi jangka panjang yang tepat bagi masalah masalah yang sedang dihadapi umat islam.1

                  1 lihat, Fazlur Rahman, Islam Modernis, (Chicago:The University of Chicago, 1979) h. 260

  1. CATATAN KAKI

Catatan kaki atau footnotes adalah catatan pada kaki halaman untuk menyatakan sumber suatu kutipan, pendapat, buah pikiran, fakta-fakta atau ikhtisar dan dapat juga berisi komentar mengenai suatu hal yang dikemukakan didalam teks.[9]

Yang dimaksud dengan catatan kaki disini adalah catatan pada bagian bawah halaman teks yang menyatakan sumber sesuatu kutipan, pendapat, atau keterangan penyusun mengenai sesuatu hal yang diuraikan dalam teks.

Cara penulisan catatan kaki yang berasal dari berbagai sumber pada jgaris besarnya sama yaitu secara berurutan: nama pengarang, koma, judul buku, koma, kurung pembuka, tempat penerbit, titik dua, nama penerbit,koma, tahun terbit, kurung tutup, koma, nomor cetakan, koma, jilid, dan nomor halaman.[10]

Nama buku ditulis miring, halaman disingkat. h., nama pengarang ditulis sesuai dengan nama yang tercantum dalam buku karangannya. Pangkat atau gelas seperti Prof., Dr., SH., dan sebagainya tidak perlu dicantumkan.

 

  1. CARA MENULIS RUJUKAN (CATATAN KAKI)
  2. Dari Buku

18Bey Arifin, rangkaian Cerita dalam Al-Quran, (Bandung:PT Al-Maarif,1992) cet. Ke-2, jilid 2, h.9

 

  1. Pengarang lebih dari dua orang

Apabila pengarang lebih dari dua orang, hanya disebutkan nama pengarangnya yang pertama dan setelah tanda koma dituliskan singkatan et al (ditulis miring). Singkatan itu kepanjangan dari et alii (dengan orang lain).

  1. Pengulangan catatan kaki

Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama ditulis dalam tiga bentuk:

  • Ibid singkatan dari ibiden artinya dalam halalman yang sama. terdapat dua praktek pemakaian ibid. ibid dipakai apabila sumber yang sama dikutip lagi tanpa diselingi oleh sumber lain. Kalo kutipan baru menunjuk halammn yang sama, cukup ditulis , h. 15
  • cit singkatan dari opere citati yang artinya dalam karangan yang telah disebut. Op.Cit dipergunakan apabila sumber yang sama dikutip lagi dari halamanyang berbeda dan telah diselingi oleh kutipan dari sumber lain.

Contoh:

5Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulis, 2004), h.32

6Mushlis Bahar, Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Nuansa Madani, 2004) h.30

7Ramayulis, Op.Cit., h.40

  • cit singkatan dari loco citato yang artinya, pada tempat yang sama telah disebut. Loc.cit dipergunakan apabila sumber yang sama dikutip lagi dari halaman yang sama tetapi diselingi oleh kutipan dari sumber lain.

Contoh

8Ramayulis, loc.Cit

  1. Kumpulan karangan yang dirangkum oleh editor, yang dianggap pengarangnya dan yang dicantumkan dalam caratan kaki adalah nama editornya saja.

Contoh : Alfian (ed), segi-segi sosial masyarakat aceh,(Jakarta: LP3ES, 1997), h.129

 

  1. Bila dalam sumber yang dikutip tidak tercantum nama pengarangnya yang dianggap dan dicantumkan sebagai pengarang adalah badan, lembaga, perkumpulan, dan sebagainya yang menerbitkannya.

Contoh: Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Badan Amil Zakat, Infaq, Dan Sadaqah (Bazis), pokok –pokok pendayagunaan zakat fitrah produktif, (jakarta: 1992) h.20

 

  1. Dari Al-Quran

Untuk kutipan dari ayat al-Quran tidak diperlukan catatan kaki karena nama dan nomor surat serta nomor ayat telah dituliskan pada akhir ayat yang dikutip, ayat yang ditulis harus diberi tanda baca (syakal)

  1. Dari terjemahan al-Quran, tafsir atau hadist

Catatan kaki untuk hal seperti ini sama dengan sumber yang berasal dari buku, sumber rujukan harus sumber primer dan bukan sumber sekunder.

  1. Dari majalah

Majalah yang bertulisan latin maupun arab pada prinsipnya sama dengan kutipan yang berasal dari buku, bedanya, kalau dari majalah, judul artikel dituliskan diantara tanda petik rangkap dan nama majalah ditulis miring diikuti volume, nomor, kurung buka, bulan, tahun, kurung tutup dan nomor halaman.

Contoh:

9Richard Thomas,”Menguak Abad Baru Hijrah Di Eropa” Panji Masyakat,_XII, 314 (Februari,2001) h.19

 

  1. Dari surat kabar

Untuk kutipan yang diambil dari surat kabar hanya dengan menuliskan judul tulisan atau rubrik nama surat kabar ditulis miring, tempat terbit dalam kurung, tanggal bulan dan tahun terbitnya dan diakhiri dengan nomor halamannya

Contoh :

2 Rencana undang undang pendidikan nasional , kompas (Jakarta) 5 September 2006 h.4

 

  1. Dari karangan yang tidak diterbitkan

Karangan yang tidak diterbitkan dapat berupa skripsi, tesis, atau disertasi, cara pengutipannya adalah dengan menyebutkan nama pengarangnya, judul karangan ditulis diantara tanda petik rangkap, disebutkan skripsi, tesis atau disertasi, kurung buka, nama tempat penyimpanan dokumentasi, titik dua, tahun penulisan kurung tutup halaman dan keterangan tidak diterbitkan yang disingkat dengan t.d.

Contoh:

6Surjo Sumarsono, “Saran-Saran untuk Memperbaiki Pendidikan Jasmani”, Tesis Sarjana Pendidikan, (Bandung: Perpustakaan IKIP, 1980) h.20. t.d.

  1. Dari wawancara

Disebutkan wawancara dengan siapa, identitasnya, tempat, bentuk wawancara, dan tanggal wawancara.

Contoh:

11Sirajuddin Zar, Direktur Program Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang, diprogram Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang, wawancara langsung. 25 Mei 2015

 

  1. Dari ensiklopedi

Disebutkan nama editornya yang disingkat dengan ed (ditulis miring), nama entrinya dituliskan, dinatara tanda petik rangkap , nama ensiklopedi ditulis miring, kurung buka, nama tempat dan tahun penerbitan, kurung tutup, selanjutnya ditulis jilid dan nomor halamannya.

Contoh:

15 H.A.R.Gibb dan J.H kramers, (ed) ”khamr”.Sborter Ensiklopedia Of Islam, (leiden:brill,1994) jilid 3, h. 234.

 

  1. Dari internet

Sebuah kutipan yang diambil dari internet dituliskan lengkap nama pengarang atau lembaga, judul, tahun akses, halaman dan alamat website.

Contoh:

20Geoerge shear: motivation is, 2003, p.1 /http/study.keaul.com/meaning/

 

21University of chichago. Administration procedure manual. 2006, p.3.

http/www.Universityofchichago.admin/procedure.

Dalam referensi lain ditulis juga

  1. Dari CD room

Kutipan yang diambil dari cd room dituliskan perawi hadist, nama cd room, nama kitab hadist, nama bab dalam kitab hadis (kesemuanya dicetak miring) dan nomor hadis.

Contoh : HR. Al-bukhari, cd, masu’ah, alhadist assyarif. Shahih albukhary alkitab al i’tisham bi kitab wa sunnah. hadis 123

 

Jika diriwayatkan lebih dari satu riwayat dan terdapat pada riwayat lain maka data –data dari tiap riwayat dipisahkan dengan menulis titik koma (;)

Contoh: HR. Abu daud, al Turmudzi dan al Darimi (cd, mausu’ah al hadis al syarif: sunan abu daud , kitab al- aqliyah, hadis 3119; sunan al –turmudzi kitab al hadis, hadis 1249; dan 21084; sunan al-darimi , kitab al –muqaddimah, hadis 168)

 

  1. ANALISIS TESIS TENTANG KUTIPAN DAN RUJUKAN

Sebelum pemakalah menganalisa tesis, perlu kiranya penulis jelaskan bahwa, dari beberapa tesis yang penulis baca, tidak ada tesis yang ditulis menggunakan body note, baik disetiap kutipan lansung maupun tidak lansung. Akan tetapi diganti dengan penulisan catatan kaki. Sehubungan dengan hal tersebut penulis berkesimpulan adanya aturan tertentu yang berlaku, khusus dipascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang.

Dalam buku pedoman penulisan karya tulis ilmiah yang dikeluarkan oleh lembaga IAIN sendiri tidak ada merujuk pada penulisan body note disetiap contoh yang diberikannya.

Pada makalah ini penulis menganalisa sebuah tesis dengan judul Kreativitas Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengingkatkan Disiplin Peserta Didik Disekolah Menengah Atas Negeri  3 Batusangkar  yang ditulis oleh saudara GUSNIFAR pada tahun 2015.

Dari tulisan tersebut ada beberapa catatan yang penulis dapatkan, baik berupa kesalahan dalam pengetikan, maupun kesalahan dalam memakai panduan dan tatacara mengutip sebuah tulisan atau ide orang lain.  Diantaranya:

  1. Dari paragraf ke paragraf yang penulis baca, tesis yang ditulis terkesan hanya “mencopot” saja dari ide yang dtulis oleh orang lain. Hubungan paragraf ke paragraf yang lain tidak kelihatan dikarenakan tidak adanya tambahan penghubung yang diberikan sepenulis tesis. hingga akhirnya belum memberikan pemahaman yang bisa dinikmati oleh pembaca.
  2. Pada halaman 1, penulis temukan bahwa kutipan yang ditulis oleh Gusnifar dikutip lebih dari dua kutipan dalam satu paragraf. Seyogyanya ditulis dua ide/kutipan saja.
  3. Adanya penulisan kata/kalimat didalam kutipan yang salah, dan penulis tesis tidak mencantumkan kata ” [siec] “ pada kata tersebut. Dan mungkin saja saudara Gusnifar salah dalam pengetikan.
  4. Ayat al-Quran tidak tercantum sebagaimana mestinya
  5. Kutipan lansung yang dicantumkan lebih dari satu halaman.
  6. Adanya penulisan catatan kaki yang salah

Perbaikan dari kesalahan diatas adalah sebagai berikut:

Hal. Kutipan /rujukan perbaikan
1

 

 

Menurut,  peserta didik [siec]

Op.Cit. h.      Dan Ibid  h.

Kutipan dari internet tidak….

Ayat al-Quran

 

 

  • PENUTUP

Setelah mendeskripsikan sejumlah pengertian dan pembagian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kutipan adalah suatu kegiatan yang berkaitan dengan memungut, mengambil, atau meminjam pemikiran orang lain berdasarkan kaidah dan tata cara tertentu untuk  mendukung dan memperkuat tulisan yang ditulis.

Cara mengutip bisa dengan kutipan langsung dan kutipan tidak langsung, dan setiap kutipan harus didasari oleh referensi yang benar dan hendaknya berasal dari sumber asli.

Seseorang penulis karya ilmiah tidak akan mengutip bila kutipan tersebut tidak memiliki fungsi yang jelas. Berkaitan dengan hal itu fungsi dari kutipan adalah sebagai berikut

  1. Memperkokoh
  2. Tanggung jawab
  3. Perbandingan
  4. Kesungguhan
  5. Ilustrasi
  6. Dan Landasan teori

Mudah-mudahan mendapatkan pencerahan dari apa yang dibahas dalam tulisan ini, dan diharapkan kritik dan saran dari rekan-rekan dan dosen pengampu dalam mata kuliah karya tulis ilmiah ini.

Jazakumullah khairan katsira..

 

 

  DAFTAR PUSTAKA

 

Gani, Erizal, Menulis Karya Ilmiah; Teori dan Terapan (Padang: UNP Press, 2013)

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline. vers 1.3

Nasution, S, Buku Penuntun Membuat Tesis Skripsi Disertasi dan Makalah (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013)

Tim kontributor, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah, (Tesis dan Disertasi) (Padang: Pasca Sarjana IAIN Imam Bonjol Padang, 2013)

Yunita t. Winanto, dkk. Karya Tulis Ilmiah Sosial “Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya” (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007)

 

 

[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline. vers 1.3

[2] Erizal Gani, Menulis Karya Ilmiah; Teori dan Terapan, (Padang: UNP Press, 2013), h. 130

[3] Tim kontributor, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Tesis dan Disertasi) (Padang: Pasca Sarjana IAIN Imam Bonjol Padang. 2013), h. 59

[4] Ibid. h.59

[5] Kegiatan ilustrasi analisis ini biasanya dilakukan dalam kegiatan menganalisa data kualitatif (data kualitatif yaitu berupa kata, kalimat, paragraf atau wacana bukan angka-angka)

[6] Erizal Gani. Op. Cit., h.131-135

[7] Lihat, Abdul Gani, Op. Cit., h. 155 -161

[8] Tim kontributor, Pedoman penulisan karya tulis ilmiah, Op.Cit. h.62

[9] S. Nasution, Buku Penuntun Membuat Tesis Skripsi Disertasi dan Makalah, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2013), h. 35

[10]Tim kontributor, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah, op.cit h. 63

PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM PADA MASA DAULAH TURKI USTMANI (1300 M -1924 M) DARI SEGI PERPOLITIKAN, dan KERUNTUHAN DAULAH.

Oleh: Tharmizi /188142218*

 

  1. PENDAHULUAN

Rasulullah saw. telah memerintahkan kaum Muslim untuk mengangkat khalifah, sepeninggal beliau, dan Rasulullah saw. berwasiat kepada kaum Muslim agar jangan sampai mereka hidup tanpa memiliki khalifah. Apabila tidak ada khalifah, karena berbagai sebab, maka tidak ada aktivitas yang patut dilakukan kaum Muslim kecuali segera mengangkat khalifah yang baru. Dialah yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan pada masa berikutnya.

Dari sinilah kita dapat memahami mengapa para sahabat R.A. memprioritaskan pemilihan khalifah, setelah Rasulullah saw. wafat, daripada memakamkan jenazah beliau terlebih dulu. Padahal, para sahabat tentu tahu, bahwa menyegerakan pemakaman jenazah adalah perkara yang wajib, apalagi jenazah Rasulullah saw.

Sejak mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat Islam mengalami kemajuan kembali oleh tiga kerajaan besar: Turki Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Dari ketiganya, Turki Usmani adalah yang terbesar dan terlama, dikenal juga dengan imperium Islam. Dengan wilayahnya yang luas membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Bahkan hingga Asia Tengah, Turki Usmani menyimpan keberagaman bangsa, budaya dan agama, Turki usmani mampu berkuasa selama kurang lebih 6 abad berturut-turut. hal yang menurut pemakalah adalah tergolong luar biasa.

*. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab, Kelompok R 4. Pascasarjana IAIN Iman Bonjol Padang

kekhalifahan sudah tidak ada lagi, walaupun pencanaan untuk kesana selalu ada dan bahkan beragam, seperti kita lihat diberbagai media masa yang ada. dan Ketiadaan kekhalifahan struktural ini habis ketika masa turki usmani.

Tulisan ini berusaha memaparkan kembali sejarah peradaban Islam masa turki usmani yang bergelut dengan ekspansi dan pergolakan politik, dan berusaha menjelaskan bagaimana Kerajaan Turki Usmani mampu menjadi kerajaan Islam yang paling hebat sepanjang masa, serta bagaimana pula kerajaan Islam sebesar ini bisa runtuh dan menjadi republik turki pada tahun 1924 M.

 

 

  1. RUMUSAN MASALAH

Dalam pembahasan ini penulis mencoba memaparkan topik kajian dengan mengacu pada rumusan masalah, yaitu:

  1. Sejarah Singkat Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
  2. Raja-Raja Turki Usmani
  3. Kemajuan Turki Usmani
  4. Kekhalifahan Dan Perpolitikan
  5. Runtuhnya Kerajaan Turki Usmani

 

  1. PEMBAHASAN
  2. SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA KERAJAAN TURKI USMANI

Sejarah mencatat bahwa setelah terjadinya penyerangan tentang mongol yang dipimpin hulagu khan pada tahun 1258, kekuasaan Islam yang berpusat di baghdad mengalami kehancuran yang amat signifikan. Kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara dratis, wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi.

Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa mongol itu, keadaan tersebut semakin diperparah oleh serangan dari timur lengk yang datang menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.

Namun demikian, kehancuran dunia Islam tidak merasa diseluruh dunia Islam masih terdapat pilar-pilar penyangga yang melanjutkan kejayaan dunia Islam, pilar tersebut adalah kekhalifahan turki ustmani di turki, kehalifahan mughol di india dan kehalifahan safawi dipersia. Dan kehalifahan turki ustmani termasuk yang pertama berdiri dan yang terbesar dan paling lama bertahan dibandingkan dua kerajaan lainnya.[1]

Bangsa Turki tercatat dalam sejarah atas keberhasilannya mendirikan dua Dinasti, yaitu Dinasti Turki Saljuk dan Turki Usmani. Kehancuran Dinasti Turki Saljuk oleh serangan bangsa Mongol merupakan awal dari terbentuknya Dinasti Turki Usmani.

Secara historis, bangsa turki usmani berasal dari keluarga qabey, salah satu kabila al-ghazalTurky yang mendiami daerah turkistan[2], Tatkala terjadi penyerbuan mongolia atas negeri itu, kakek mereka (sulaiman) berhijrah ke negeri romawi, lalu ke syam dan ke irak.  Kabilah ini lalu terpecah-pecah. Satu kelompok lalu kembali ke negeri asalnya. Dan satu kelompoknya bersama dengan Erthoghul bin sulaiman yang meneruskan perantauannya ke wilayah Asia Kecil yang saat itu sulthan a’lauddin II dari turki saljuq rum.

Kabilah ini pecah menjadi dua dikarenakan pemimpin orang-orang turki tersebut mendapatkan kecelakaan hanyut di sungai Euphrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228.[3]

Pada abad ke-13 M, Erthoghul pergi ke Anatolia. Wilayah itu berada dibawah kekuasaan Sultan Alaudin II (Salajikoh Alaudin Kaiqobad). Erthoghul membantunya melawan serangan dari Byzantium. Ertoghul menang dan mendapatkan sebagian wilayah (Asyki Syahr) dari Alaudin dari Byzantium dan sebagian hartanya, mereka melarikan diri ke wilayah Barat sebagai akibat dari serangan Mongol. mereka mencari tempat perlindungan dari Turki Saljuk di daratan Tinggi Asia Kecil. Di bawah pimpinan Ertugrul, mereka mengabdikan diri pada Sultan Alauddin II, Sultan Saljuk yang berperang melawan Bizantium. Atas jasa baiknya, Sultan Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil, yang berbatasan dengan Bizantium dan memilih Syukud sebagai Ibu kotanya.

Nama Kerajaan Usmani diambil dari nama putra Erthogrol. Ia mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang lahir pada tahun 1258. Nama Usman inilah yang kemudian lahir istilah Kerajaan Turki Usmani atau Kerajaan Usmani. Pendiri Kerajaan ini adalah bangsa Turki dari Kabila Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah Utara Negeri Cina,[4] kemudian pindah ke Turkistan, lalu ke Persia dan Iraq sekitar abad ke-9 dan 10.

Ertugrul meninggal dunia pada tahun 1280 M.[5]kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Usman (1281-1324), atas persetujuan Alauddin. Pada tahun 1300, bangsa Mongol Menyerang Kerajaan Saljuk, dan Dinasti ini terpecah-pecah dalam beberapa Dinasti kecil. Dalam kondisi kehancuran Saljuk inilah, Usman mengklaim Kemerdekaan secara penuh atas wilayah yang didudukinya, sekaligus memproklamirkan berdirinya kerajaan Turki Usmani. Dengan demikian, secara tidak langsung mereka mengakui Usman sebagai penguasa tertinggi dengan gelar “Padisyah Ali Usman”.

Setelah Usman mengakui dirinya sebagai Raja Besar Keluarga Usman pada tahun 699 H/1300 M, secara bertahap ia memperluas wilayahnya. Penyerangan awal dilakukan di sekitar daerah perbatasan Bizantium dan Brussa (Broessa) dijadikan salah satu daerah yang menjadi objek taklukan. Pada tahun 1317 M. wilayah tersebut dapat dikuasainya dan dijadikan sebagai ibu kota pada tahun 1326 M.

Raja raja turki bergelar sultan dan khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi dan khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual/ukhrawi. Mereka mendapatkan kekuasaan secara turun-temurun. Tetapi tidak harus putra pertama yang menjadi pengganti sultan terdahulu. ada kalanya putra kedua atau ketiga.[6] Dan didalam perkembangan selanjutnya kekuasaan juga diserahkan kepada saudara sultan bukan kepada anaknya. Dengan sistem seperti inilah sering timbul perebutan kekuasaan yang tidak jarang menjadi ajang pertempuran antara satu pangeran dengan yang lain.

Diakhir kehidupannya, Usman menunjuk Orchan (42) anak yang lebih muda dari kedua orang putranya sebagai calon pengganti memimpin kerajaan. Keputusan tersebut disandarkan pada pertimbangan kemampuan dan bakat anaknya  masing-masing. Orchan sebagai prajurit yang potensial telah mendapat pengawasan dari ayahnya dan telah menunjukkan kemampuannya dalam konteks militer pada penaklukkan Brossa. Sementara Alauddin (kakaknya) lebih potensial dalam bidang agama dan hukum.  Meskipun mereka sama-sama dibina dan dididik oleh ayahnya. Sasaran Orchan setelah penobatannya menjadi raja ialah penaklukkan kota Yunani seperti Nicea dan Nicomania. Nicea menyerah pada tahun 1327 dan Nocomedia takluk pada tahun 1338 M.

 

 

 

 

  1. RAJA-RAJA TURKI USMANI

Dalam masa kurang lebih 6 abad (1294-1924), berkuasa, kerajaan turki usmani mempunyai raja sebanyak 40 orang yang silih berganti, di dalam buku sejarah kebudayaan islam di turki karangan safiq A. Mughni dijelaskan tidak kurang dari 38 sultan yang pernah berkuasa, dan kekuasaan ini dibagi menjadi lima periode. namun demikian, dalam makalah ini akan kami bahas beberapa raja yang sangat berpengaruh saja, diantaranya:

  1. Sultan Ustman bin Urtoghal (699-726 H/ 1294-1326 M)

Pada tahun 699 H usman melakukan perluasan kekuasaannya sampai ke Romawi Bizantium setelah ia mengalahkan Alauddin Saljuk. Usman diberi gelar sebagai Padisyah Al-Usman (Raja besar keluarga usman), gelar inilah yang dijuliki sebagi Daulah Usmaniyyah.

Usman berusaha memperkuat tentara dan memajukan negerinya. kepada raja-raja kecil dibuat suatu peraturan untuk memilih salah satu dari tiga hal, yaitu: Masuk Islam atau Membayar Jizyah; atau Berperang.[7] Penerapan sistem ini membawa hasil yang menggembirakan, yaitu banyak raja-raja kecil yang tunduk kepada Usman.

  1. Sultan Urkhan bin Utsman (726-761 H/ 1326-1359 M)

Sultan Urkhan adalah putera Utsman I. sebelum urkhan ditetapkan menjadi raja, ia telah banyak membantu perjuangan ayahnya. Dia telah menjadikan Brousse sebagai ibu kota kerajaannya.

Pada masa pemerintahannya, dia berhasil mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di selat Dardanil. Tentara baru yang dibentuk oleh Urkhan I diberi nama Inkisyaiah. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di zaman  inilah pertama kali dipergunakan senjata meriam.

  1. Sultan Murad I bin Urkhan (761-791 H/ 1359-1389 M)

Pengganti sultan Urkhan adalah Sultan Murad I. selain memantapkan keamanan di dalam negerinya, sultan juga meneruskan perjuangan dan menaklukkan beberapa daerah ke benua Eropa. Ia menaklukkan Adrianopel, yang kemudian dijadikan sebagai ibukota kerajaan yang baru serta membentuk pasukan berkuda (Kaveleri). Perjuangannya terus dilanjutkan dengan menaklukkan Macedonia, Shopia ibukota Bulgaria, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani.

Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Murad I, pada waktu itu bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan Paus Urban II untuk mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa. Maka peperangan antara pasukan Islam dan Kristen Eropa pada tahun 765 H (1362 M). Peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Murad I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam. Selanjutnya pasukan Murad I merayap terus menguasai Eropa Timur seperti Somakov, Sopia Monatsir, dan Saloniki.

  1. Sultan Bayazid I bin Murad ( 791-805 H/ 1389-1403 M)

Bayazid adalah putra Murad I. Ia meneruskan perjuangan ayahnya dengan memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan, dan Mutasya di Asia Kecil dan Negeri-negeri bekas kekuasaan Bani saluki. Bayazid sangat besar pengaruhnya, sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius mengadakan penyerangan terhadap pasukan Bayazid, dan peperangan inilah yang merupakan cikal bakal terjadinya Perang Salib.

Tentara Salib ketika itu terdiri dari berbagai bangsa, namun dapat dilumpuhkan oleh pasukan Bayazid. Namun pada peperangan berikutnya ketika melawan Timur Lenk di Ankara, Bayazid dapat ditaklukkan, sehingga mengalami kekalahan dan ketika itu Bayazid bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1402 M.

Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turki Usmani, sehingga penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil satu persatu melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Hal ini berlangsung sampai pengganti Bayazid muncul.

  1. Sultan Muhammad I bin Bayazid (816-824 H/ 1403-1421 M)

Kekalahan Bayazid membawa akibat buruk terhadap penguasa-penguasa Islam yang semula berada di bawah kekuasaan Turki Usmani, sebab satu sama lain berebutan, seperti wilayah Serbia, dan Bulgeria melepaskan diri dari Turki Usmani. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I putra Bayazid dapat mengatasinya. Sultan Muhammad I berusaha keras menyatukan kembali negaranya yang telah bercerai berai itu kepada keadaan semula.

Berkat usahanya yang tidak mengenal lelah, Sultan Muhammad I dapat mengangkat citra Turki Usmani sehingga dapat bangkit kembali, yaitu dengan menyusun pemerintahan, memperkuat tentara dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Akan tetapi saat rakyat sedang mengharapkan kepemimpinannya yang penuh kebijaksaan itu, pada tahun 824 H (1421 M) Sultan Muhammad I meninggal.

  1. Sultan Murad II bin Muhammad ( 824-855 H/ 1421-1451 M)

Sepeninggalannya Sultan Muhammad I, pemerintahan diambil alih oleh Sulatan Murad II. Cita-citanya adalah melanjutkan usaha perjuangan Muhammad I. Perjuangan yang dilaksanakannya adalah untuk menguasai kembali daerah-daerah yang terlepas dari kerajaan Turki Usmani sebelumnya. Daerah pertama yang dikuasainya adalah Asia Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan Hongaria.

Setelah bertambahnya beberapa daerah yang dapat dikuasai tentara Islam, Paus Egenius VI kembali menyerukan Perang Salib. Tentara Sultan Murad II menderita kekalahan dalam perang salib itu. Akan tetapi dengan bantuan putranya yang bernama Muhammad, perjuangan Murad II dapat dilanjutkan kembali yang pada akhirnya Murad II kembali berjaya dan keadaan menjadi normal kembali sampai akhir kekuasaan diserahkan kepada putranya bernama Sultan Muhammad Al-Fatih.

  1. Sultan Muhammad Al-Fatih (855-886 H/ 1451-1481 M)

Setelah Sultan Murad II meninggal dunia, pemerintahan kerajaan Turki Usmani dipimpin oleh putranya Muhammad II atau Muhammad Al-Fatih. Ia diberi gelar Al-fatih karena dapat menaklukkan Konstantinopel. Muhammad Al-Fatih berusaha membangkitkan kembali sejarah umat Islam sampai dapat menaklukkan Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel adalah kota yang sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam sebelumnya.

Seperti halnya raja-raja dinasti Turki Usmani sebelumnya, Muhammad Al-Fatih dianggap sebagi pembuka pintu bagi perubahan dan perkembangan Islam yang dipimpin Muhammad. Usaha mula-mula umat Islam untuk menguasai kota Konstantinopel dengan cara mendirikan benteng besar dipinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang didirikan Bayazid. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rum).

Benteng yang didirikan umat Islam pada zaman Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai pusat persediaan perang untuk menyerang kota Konstantinopel. Setelah segala sesuatunya dianggap cukup, dilakukan pengepungan selama 9 bulan. Akhirnya kota Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam ( 29 Mei 1453 M) dan Kaitsar Bizantium tewas bersama tentara Romawi Timur. Setelah memasuki Konstantinopel disana terdapat sebuah gereja Aya Sofia yang kemudian dijadikan mesjid bagi umat Islam.[8]

Setelah kota Konstantinopel dapat ditaklukkan, akhirnya kota itupun dijadikan sebagai ibukota kerajaan Turki Usmani dan namanya diganti menjadi Istanbul. Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula diikuti oleh penguasaan Negara-negara sekitarnya seperti Servia, Athena, Mora, Bosnia, dan Italia.

Setelah pemerintahan muhammad alfatih ini maka masih banyak sulthan yang memilliki jasa menjadikan turki usmani hingga menjadi puncak keemasannya. Yang sering kita dengar yaitu sulaiman I al-Qonuni, wilayah pada masa nya mencapai kawasan daratan eropa hingga Ausria; mesir dan afrika utara hingga aljazair dan asia hingga ke persia; serta melingkupi lautan hindia, laut arabia, laut merah, laut tengah dan laut hitam.[9]

Ia membuat dan memberlakukan undang-undang dinegerinya yang menyebabkannya dia digelari dengan sebutan alqonuni pembuat undang- undang. Orang barat menyebutnya sebagai sulaiman yang agung,  the magnificient.

Setelah pemerintahan al qonuni, dilanjutkan oleh 22 orang Sultan Turki Usmani sampai berdirinya Republik Islam Turki. Akan tetapi kekuasaan sultan – sultan tersebut tidak sebesar kerajaan – kerajaan sultan – sultan sebelumnya. Para sultan itu lebih suka bersenang-senang, sehingga melupakan kepentingan perjuangan umat Islam. Akibatnya, dinasti turki Usmani dapat diserang oleh tentara Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia. Sehingga kekuasaan Turki Usmani semakin lemah dan berkurang karena beberapa negeri kekuasaannya memisahkan diri.

 

 

  1. KEMAJUAN TURKI USMANI

Sepeninggal Sultan Usman pada Tahun 1326 M, Kerajaan dipimpin oleh anaknya Orkhan I (1326–1359 M). Pada masanya berdiri  Akademi militer sebagai pusat pelatihan dan pendidikan, sehingga mampu menciptakan kekuatan militer yang besar  dan dengan mudahnya dapat menaklukan  Sebagian daerah benua Eropa  yaitu, Azmir (Shirma) tahun 1327 M, Tawasyanli  1330 M, Uskandar 1338 M, Ankara 1354 M dan Galliopoli 1356 M.

Ketika Sultan Murad I (1359-1389 M) pengganti orkhan naik. Ia memantapkan keamanan  dalam negeri dan melakukan perluasan ke benua  Eropa dengan menaklukan Adrianopel (yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan baru), Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh bagian utara Yunani. Merasa cemas dengan kesuksesan Kerajaan  Usmani, negara Kristen Eropa pun bersatu yang di pimpin oleh Sijisman memerangi kerajaan, hingga terjadilah pertempuran di Kosovo tahun 1389 M, namun musuh dapat di pukul mundur dan di hancurkan .

Pada tahun 1389 M, Sultan Bayazid naik tahta (1389-1403 M), Perluasan berlanjut dan dapat menguasai Salocia, morea, Serbia, Bulgaria, dan Rumania juga pada tahun 1394 M, memperoleh  kemenangan dalam perang Salib di Nicapolas. Selain menghadapi musuh-musuh Eropa, Kerajaan juga dipaksa menghadapi pemberontak yang bersekutu dengan Raja Islam yang bernama Timur Lenk di Samarkand. Pada tahun 1402 M pertempuran hebat pun terjadi di Ankara, yang pada akhirnya Sultan Bayazid dengan kedua putranya Musa dan Erthogrol, tertangkap dan meninggal di tahanan pada tahun 1403 M. Sebab kekalahan ini Bulgaria dan Serbia memproklamirkan kemerdekaannya.

Setelah Sultan Bayazid meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di antara putra –putranya (Muhammad, isa dan sulaiman) namun di antara mereka Sultan Muhammad I lah yang naik tahta (1403-1421 M), di masa pemerintahannya, dia berhasil  menyatukan kembali kekuatan dan daerah- nya  dari  bangsa  mongol.

Pada tahun 1421 M, Sultan Muhammad meninggal dan di teruskan oleh anaknya, Sultan Murrad II (1421-1484 M) hingga mencapai banyak kemajuan pada masa Sultan Muhammad II/ Muhammad Al Fatih (1451-1484 M) putra Murrad II. Pada masa Muhammad II, Tahun 1453 M ia dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukan Konstantinopel yang menjadi tonggak yang sangat menentukan dalam sejarah usmani. Muhammad alfatih tampil sebagai penerus kaisar-kaisar bizantium , membangun sejumlah istana kerajaan dan mengundangkan sejumlah kita hukum. [10] Setelah Beliau meninggal di gantikan oleh putranya Sultan Bayazid II

Berbeda dengan Ayahnya, Sultan Bayazid II (1481-1512 M) lebih mementingkan kehidupan Tasawuf dari pada penaklukan wilayah, sebab itu muncul kontroversial  akhirnya ia mengundurkan diri dan di gantikan putranya Sultan Salim I

Pada masa Sultan Salim I (1521-1520 M) terjadi perubahan peta arah perluasan, memfokuskan pergerakan   ke arah timur dengan menaklukan Persia, Syiria hingga menembus  Mesir di Afrika Utara yang sebelumnya di kuasai mamluk.

Setelah Sultan Salim I Meninggal , Muncul Putranya Sultan Sulaiman I (1520-1566 M) sebagai Sultan yang mengantarkan Kerajaan Turki Usmani pada masa keemasannya, karena telah berhasil menguasai daratan Eropa hingga Austria, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania, Afrika Utara hingga Mesir, Aljazair, Libia, Dan Tunis. Asia hingga Persia, Amenia, Siria. meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Tengah, Laut Hitam. juga daerah-daerah di sekitar kerajaan seperti Irak, Belgrado, Pulau Rodes, Tunis, Budapest dan Yaman.

Menurut Ajid Tahir dalam bukunya Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan Turki Usmani memperoleh kemajuan antara lain:

  • Adanya sistem pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa
  • Tidak adanya diskriminasi dari pihak penguasa,
  • Kepengurusan organisasi yang cakap,
  • Pihak Turki memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan kepada mereka hak rakyat secara penuh,
  • Turki telah menggunakan tenaga-tenaga profesional dan terampil,
  • Kedudukan sosial orang-orang Turki telah menrik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk memeluk agama Islam,
  • Rakyat memeluk agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang relatife murah dibandingkan pada masa Bizantium,
  • Semua penduduk memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya masing-masing dan
  • Karena Turki tidak fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan orang-orang Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada abad XVI.

 

 

  1. KEKHALIFAHAN DAN PERPOLITIKAN

Abu bakar assiddiq, seorang pendukung nabi, teman setia nabi muhammad yang percaya kepada nabi dan memimpin menjadi imam sholat ketika nabi muhammad sakit diakhir umur beliau, ditunjuk sebagai pengganti nabi muhammad saw. Melalui pemilihan yang melibatkan pada pemimpin masyarakat islam yang bekumpul diMadinah. Dan ia melaksanakan tugasnya dan meneladani semua keistimewaan nabi kecuali hal yang terkait dengan kenabian, karena persoalan kenabian itu berakhir ketika nabi muhammad saw wafat.

Dan istilah khalifah rasulullah (penerus rasulullah) atau yang sering kita kenal dengan nama khalifah uraasyidin atau arrasyidun. Yaitu khalifah yang empat.

Dalam hal ini ketika abu bakar diangkat menjadi penerus nabi memimpin umat islam, dia tidak memakai kata khalifah atau tidak mau dinisbatkan nama khalifah kepada dia.  Istilah khlifah hanyamuncul dua kali dalam alquran (QS.2.30 dan QS 38.26) dalam kedua ayat tersebut istilah itu tampaknya tidak memiliki signifikasi teknis atau tidak mengindikasikan bahwa ia dimaksudkan untuk diterapkan pada penerus nabi muhammad.[11]

Setelah abu bakar menunjuk penerusnya yaitu umar bin khattab sebagaimana dalam riwayat maka baru ada penggunaan gelar khalifah-khalifah (penerus-penerus) tapi karena terlalu panjang maka diperpendek. Khalifah kedua (634-644). Dan sebelum wafatnya umar diriwayatkan telah mebentuk sebuah dewan formatur yang beranggotakan enam orang., yaitu Ali Bin Abi Thalib, Usman Bin Affan, Zubair Bi Awwam, Thalhah Ibn Adbdullah, Saad Bin Abi Waqash, Dan Abu Rahman Bin Auf. Denganketentuan anaknya tidak boleh dipilih sebagai penggantinya, pembentukan dewan yang disebut sebagai al-syura (permusyawaratan) ini yang meliputi para sahabat tertua dan terkemuka memperlihatkan bahwa gagasan arab Kuno tentang kepala suku telah mengalahkan gagasan tentang kerajaan turun temurun, dan hal ini berlanjut pada pemilihan khalifah selanjutnya usman bin affan.[12]

Dan habis masa kekhalifahan ini barulah terbentuk yang namanya dinasti (mulk) walaupun penisbahannya juga memakai kekhalifahan. Seperti kalifah Bani Umayyah dan kalifah Bani Abbasiyah. dan dari sini baru ada penyerahan jabatan kekuasaan berpindah dari orangtua ke anak yang dimulai dari umayyah yang menunjuk yazid anaknya sendiri sebagai penerusnya.

Dan kekhalifahan umayyah adalah dinasti (mulk) pertama dalam sejarah islam,[13] dan itu berlanjut hingga masa kekhalifahan terpanjang dalam sejarah islam yaitu kekhalifahan ustmaniyah atau dikenal lebih dekat dengan dinasti ustmani atau turki usmani.

Jadi, dalam tataran khalifahan yang berbau pada perpolitikan sudah dimulai sejak dahulunya yang mungkin belum ada penamaan istilah politik pada zaman umar bin khattab. Akan tetapi praktek tersebut sudah ada.

Kekhalifahan dan perpolitikan menjadi satu kesatuan dalam roda perkembangan sejarah islam sesudah nabi muhammad wafat dan dalam hal ini perpolitikan itu sangat kentara terasa dan memanas pada masa dinasti turki usmani yang akhirnya menjadikan dinasti ini penutup dari semua kekhalifahan Islam pada bulan maret tahun 1924.

Politik yang menjadi salah satu titik fokus pembahasan penulis dalam makalah ini karena keruntuhan turki usmani yang lebih banyak karena pergolakan perpolitikan. Diawali pada ketidakmampuan para sultan menjaga kedaulatan pada masa pemerintahannya hingga masuknya pengaruh-pengaruh asing dalam kedaulatan turki usmani.

Organisaasi usmani mendunia ini tentunya tidak tewujud sepenuhnya secara sekaligus, melainkan ia mengalami perkembangan selama 300 tahun lebih. Para sultan secara bergantian cenderung kepada kebijakan sebuah partai atau partai lainya atau sengaja menjadikan mereka saling bermusuhan, dan memiliki perbedaan pandangan dalam tantann mengelola pemerintahannya  seperti masa Bayazid I (1389-1402) mengkosolidasikan partai budak dengan memberlakukan tentara budak kedalam beberapa jabatan administrasi dan menjadikan beberapa proposnsi dibawah kontrol administrasi pusat, tetapi pada masa muhamad I, memmberikan dukungan penuh terhadap bangsa turki dan unsur-unshur ghazi[14].

Sedangkan pada masa muhammad II dia mengembalikan jabatan pemerintahan kepada tentara budak, dan ia memecat tokoh-tokoh turki dan seluruh keluarga usmani yang terlibat dalam persaingan dari jabatan pemerintahan dan menyerahkan jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan pusat kepada para budaknya.  Namun demikian untuk mempertahankan keseimbangan kekuasaan, dibentuklah sebuah devisi fungsional diantara jabatan perdana menteri, tokoh-tokoh agama, jabatan dministrasi keuagan negara dan beberapa keluarga turki dipulihkan martabatnya dan diperkenankan menjaga properti mereka[15].

Secara gamblang Kesultanan usmani menggabungkan dimensi patrimonial islam dan dimensi imperial. Otoritas patrimonial sultan–sultan usmani sangatlah menonjol, negara merupakan rumah tangganya, rakyat merupakan pembantu pribadinya, tentara merupakan budaknya, yang secara pribadi harus setia kepadanya.[16] Karena inilah (otoritas absolut) ini maka jika ada sulthan yang meningggal ditengah masa jabatannya akan terjadi peperangan untuk memperebutkan kekuasaan, biasanya terjadi antara putra-putra kerajaan yang masih hidup, baik itu adu militer hingga terjadi pembunuhan saudara.

Jika kita mencoba melihat dari sudut padang islam maka otoritas sultan atau raja berasal dari perannya sebagai pelaksana hukum islam(syariah). Menurut teori muslim tentang pemerintahan, sultan bertanggung jawab kepada syariah sedangkan rakyat bertanggung jawab kepadanya, bahkan jika pemerintahan itu pemerintahan militer sekalipun, bisa dipandang sebagai pemerintahan yang sah sepanjang ia menghormati ketentuan syariah dan menghargai interes komunitas muslim secara dasar.

Walaupun demikian, menurut penulis tidak seluruh kebijakan politik , sosial dan ekonomi kesultanan usmani yang berdasarkan syariah. Tapi hal itu terobati dengan adanya pembentukan ketentuan-kentuan yang dibuat seperti perundang-undangan yang menjelaskan status, tugas dan wewenang.

Dan Sulaiman Al-Qanuni menjadi tonggak kemajuan dalam pembentukan undang-undang yang baru, yang meliputi  peraturan administrasi dan kriminal, kedisiplinan para pejabat, urusan kemiliteran dan organisasi hirarki keagamaan. Dan setelah meninggalnya sulaiman terjadi kemunduran turki ustmani. Dengan Munculnya kaum elit, bahwa raja-raja setelah sulaiman al qanuni, kurang bisa mengatur pemerintahannya, bahkan ditambah lagi munculnya kaum elit kapitalis di wilayah pemerintahan, sehingga individualitas antar pemimpin dan golongan-golongan elit semakin tumbuh, yang berlanjut dengan penumpukan harta umtuk kepentingan masing-masing.

Hal ini dimanfaatkan oleh negara-negara yang telah dikuasainya untuk memerdekakan diri, mereka tidak mau lagi dimanfaatkan tenaganya oleh bangsa turki untuk dijadikan tentara, disamping itu serangan-serangan barat pada wilayah terluar kerajaan juga semakin memperburuk suasana pemerintahan, anggaran dana yang seharusnya dipergunakan untuk memperkuat pertahanan militer Negara sebagian besar dikuasai dan dimonopoli oleh kaum elit kerajaan, hal ini mengakibatkan semangat berperang prajurit melemah karena tidak adanya dana untuk peperangan yang memadai.

Salah satu pendekatan politik yang dirancang kaum yahudi adalah ketika masa Sultan Abdul Hamid II, Pada masa pemerintahan Khalifah Sultan Abdul Hamid II, Pemimpin Zionis Internasional bernama Theodore Herzl melalui sahabatnya yang dekat dengan keluarga istana meminta kepada Khalifah untuk memberikan tanah Palestina kepada orang-orang Yahudi. Dan jika diizinkan menduduki Palestina, orang-orang Yahudi akan menyelesaikan utang-utang Negara Khilafah. Namun apa yang terjadi Khalifah Sultan Abdul Hamid II menolak dengan tegas, melalui suratnya kepada orang yahudi.

Ada beberapa kemajuan yang terjadi dalam bidang politik dan pemerintahan pada masa bani usmani yaitu :

  1. Dalam rangka mengatur wilayah Daulah yang luas Sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur Pemerintahan, Sulthan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh  Shadr al Al’zham (perdana mentri) yang membawahi Pasya(Gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-Zanaziq (Bupati)[17]
  2. Lahirnya kitab undang-undang bernama Multaqa al-Abhur, atas prakarsa Sulthan Sulaiman Al-Qauniy .
  3. Pada tahun 1525 M, terjadi Perundingan antara Daulah Usmaniyah dengan kerajaan Prancis, didorong karena Perancis membutuhkan aliansi untuk memerangi Charlemagne raja Austria[18]. Secara tidak langsung ini menandakan bahwa kekuatan politik Daulah Usmaniyah di  Turki pasca penaklukan konstantinopel semakin diperhitungkan di dunia barat.
  4. Peta kekuasaan Daulah Usmaniyah mencapai 20 Juta Km2

 

  1. RUNTUHNYA KERAJAAN TURKI USMANI

Kenaikan Sultan Salim II (1566-1574) telah dianggap sebagai permulaan keruntuhan Turki Utsmani dan berakhirnya zaman keemasannya. Hal ini ditandai dengan melemahnnya semangat perjuangan prajurit utsmani yang menyebabkan sejumlah kekalahan dalam pertempuran menghadapi musuh-musuhnya. Pada tahun 1663 , tentara utsmani menderita kekalahan dalam penyerbuan hongaria. Tahun 1676 turki kalah dalam pertempuran di Mohakez, Hungaria dan menandatangani perjanjian karlowits pada tahun 1699 yang berisi pernyataan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada penguasa Venetia.

Dalam masa runtuhnya kerajaan ini kita akan coba bagi menjadi 3 fase yaitu :

  1. Fase Kelemahan Daulah Turki Usmani (1566- 1757 M)

Setelah kemenangan-kemenangan besar yang diraih dalam fase penaklukan, pemerintahan ini mulai memasuku fase kelemahan, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor peting diantaranya :

  1. Imperium Daulah Usmaniyah ini merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari latar belakan ras dan agama yang berbeda, namun saling bertentangan sehingga mengakibatkan tidak bersatunya rakyat.
  2. Kemerosotan moral divisi Kavelery, ini diklaim sebagai salah satu faktor utama kelemahan Turki Usmani
  3. Banyak penguasa dari jajaran Khalifah sampai pada Pasya tenggelam dalam kemewahan, sehingga melupakan nasib rakyat
  4. Mulai jeleknya organisasi pemerintahan, dan alur administrasi yang kacau mengakibatkan kontrol Istambuk ke daerah terganggu, terbukti pada tahun 1698 M, terjadi perjanjian Karluftisy. Isinya, daulah Usmaniyah mesti melepaskan Ukraina, Bodulia, Azuf, Hungaria serta Transilvania. Dan perjanjian Bisarovetis pada tahun 1717 M, Daulah melepaskan Serbia, Beograd dan Velechie.
  5. Munculnya bibit paham nasionalisme yang dihembuskan barat kepada bangsa selain Turki.

 

 

  1. Fase Kemunduran Daulah Turki Usmani (1171 H- 1342 H )[19]

Pasca perang dunia pertama, Jerman yang menjadi aliansi Daulah Turki usmani mengalami kekalahan, secara otomatis kekalahan Jerman berpengaruh kepada wibawa dan kemampuan politik Daulah Turki Usmani, kekuasan Turki Usmani di pantai utara Afrika dicaplok Inggris, Prancis dan Italia[20]. Fase  kemunduran ini berujung pada keruntuhan Daulah Usmaniah, diwarnai dengan pemberontakan, dan pergolakan di daerah daerah asia tengah dan daerah lainnya.

Demikianlah proses kemunduran yang terjadi dalam Imperium Turki Usmani. Akhirnya satu persatu daerah kekuasaan Turki Usmani di Eropa memerdekakan diri sebagai buntut  lemahnya administrasi dan kontrol pusat pada era kelemanhan. Dimesir Mamalik melepaskan diri pada tahun 1770 M, Kaum Druze pada tahun yang sama menduduki palestina, lebanon dan Syiria.

Sejarawan dalam hal ini Badri Yatim, al-Syalabi dan Usairy, menyebutkan ada banyak faktor penting yang mendorong kemunduran Turki Usmani, diantaranya ;

  1. Wilayah yang sangat luas tanpa kontrol yang baik
  2. Heterogenitas penduduk
  3. Kelemahan karakter penguasa
  4. Budaya korupsi
  5. Pemberontakan Yanisari
  6. Merosotnya pasar ekspor dan agrikultur
  7. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu pengetahuan
  8. Fase Keruntuhan Turki Usmani (Pasca Perang Dunia Pertama)

Bangsa Turki Usmani yang sudah digelari  The SickMan Of Europe oleh barat, tidak berhasrat lagi untuk memimpin peradaban, ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa besar sepanjang masa kelemahan dan kemunduran, menyisakan ketidak percayaan diri bangsa Turki.

Bangsa Arab dalam dilema, disatu sisi Arab menghormati Turki usmani sebagai pemimpin umat dan dibawahnyalah Umat bersatu untuk membela agama dan berjihad, dan disisi lain timbul keinginan untuk merdeka.

Pada tahun  1924 M, khilafah Islamiyah dihapus. Berganti dengan sistem republik. Ini menandai berakhirnya kekuasaan khalifah sebagai pemimpin Politik umat saat itu, dan adapun hal-hal yang melatar belakangi penghapusan Khilafah adalah :

  • Bangsa Turki yang kocar-kacir akibat pemberontakan dan perlawanan barat merasa bahwa tugas mengemban khilafah adalah tugas Umat Islam di seluruh dunia dan bukan tanggung jawab turki sendiri. Sehingga bangsa turki lebih berupaya untuk menyelamatkan Istanbul dan Ankara alih-alih memikirkan belahan dunia lain[21].
  • Organisasai Turki Muda yang berkantor di Jeneva, membentuk Partai Persatuan dan Pembangunan, secara tidak langsung mempengaruhi wibawa khalifah.
  • Berdirinya partai Nasional Turki oleh Musthafa Kamal Pasya (Kemal Attaturk) pada tahun 1919 M, dan pada tahun  1923 Musthafa kemal Pasya dilantik menjadi Presiden Republik Turki.

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. PENUTUP

Pada abad pertengahan memang masa yang paling bersejarah bagi bangsa Arab, bahkan kemunduran bagi bangsa barat, dalam segi pandang kerajaan, kekuasaan wilayah adalah yang terpenting. Turki utsmani yang memimpin selama kurang lebih 6 abad memberikan bukti kejayaannya sampai ke Eropa, akan tetapi dari stagnanisasi bangsa utsmani mereka lebih memajukan kemiliteran mereka dari pada pendidikannya, bagi mereka kemiliterannya adalah satu hal yang terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, dengan orientasi penaklukan konstantinopel, membuat mereka menjadi bersemangat untuk menjadikan kerajaan turki utsmani menjadi symbol kejayaan Islam.

Penyimpangan orientasi mereka ini membuat terlena dengan keluasan wilayah sehingga membuat mereka meninggalkan perkembangan pendidikan mereka. Berbeda dengan bangsa Eropa yang telah mengugguli mereka, kemunduran kerajaan turki utsmani ini terlihat dari bagian-bagian wilayah yang dikuasai oleh turki utsmani ini mulai tergerak ingin merubah hidupnya menjadi yang lebih baik dan muncul paham kapitalisme individual sehingga sebagian mereka ingin melepaskan diri.  Tampaknya pengaruh barat mulai mendapatkan hasil dengan kelemahan kerajaan turki ini, dan terlahir paham-paham yang ingin membebaskan, sehingga paham turki sendiri tidak dapat menghalangi mereka. Antara lain adalah Ide-ide liberalism dan nasionalisme.

Sedangkan dalam kepemimpinan mustafa kemal attaturk yang menjadi biang keladi dihilangkannya kekhalifahan juga menjadi sorotan penting bagi kita, dalam tindak-tanduknya selama dia menjabat. akan tetapi alangkah baiknya ini menjadi pembahasan tersendiri dalam tulisan selanjutnya, dikarenakan banyaknya inti-inti bahasan yang akan menyita perhatian kita tentang mustafa kemal itu sendiri.

Demikianlah tulisan ini dibuat, penulis menyadari tulisan ini tak-kan lepas dari kesalahan-kesalahan, baik itu kesalahan pengetikan atau pembahasan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun senantiasa saya harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Wallhu a’lamu bis-showab

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja grafindo persada. 1994) cet II.

Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Usmani (Jakarta: Kalam Mulia, 1988)

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (jakarta: FITK PRESS, 2010) cet.1

Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam (Jakarta: Akbar Media, 2010)

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993)

Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta:  Bulan Bintang, 1981)

Philip K Hitti. Histori Of The Arab. (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2010)

Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki (Jakarta: Logos, 1997) Cet. I

Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial Politik Dan Budaya Ummat Islam, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004.)

Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1999)

http://hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/mengapa-khilafah-runtuh/# tulisan Fathiy Syamsuddin Ramadhan An-Nawiy.

http://ibnumasrur.blogspot.com/2013/06/sejarah-turki-usmani.html

 

[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja grafindo persada. 1994) cet II. hal. 129

[2] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Usmani (Jakarta: Kalam Mulia, 1988) hal. 2

[3] Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki (Jakarta: Logos, 1997) Cet. I hal. 51

[4] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (jakarta: FITK PRESS, 2010) cet.1 hal.141

[5]  Ibid, hal. 52

[6] Syafiq A. Mughni, Op.Cit, hal. 53

[7]Op.Cit, hal. 54

[8]Op.Cit, hal 59

[9]Op.Cit, hal 60

[10] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1999)  hal. 478

[11] Philip K Hitti.Histori Of The Arab. (Jakarta; Serambil Ilmu Semesta, 2010) hal. 222

[12] Ibid, hal. 223

[13] Ibid hal.229

[14]Ghazi adalah pejuang agama diwilayah perbatasan.

[15] Ira M Lapidus, Op.Cit. hal 490

[16] Op.Cit hal. 491

[17] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : Rajawali Pers, 1993) hal. 134

[18] Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta:  Bulan Bintang, 1981) hal. 259

[19] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam (Jakarta: Akbar Media, 2010) hal. 367

[20]Ibid, hal. 369

[21]Hamka,Op.Cit. hal.328

MENGENAL PELBAGAI METODE TAFSIR AL-QUR’AN DAN CORAKNYA

Penulis : THARMIZI / NIM: 088142218*

  1. PENDAHULUAN

Mempelajari Al-Qur’an bagi setiap muslim merupakan salah satu aktivitas terpenting, bahkan Rasullullah saw menyatakan bahwa:

خيركم من تعلم القرآن وعلمه

“Sebaik baik kamu adalah siapa yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR.Bukhari)

Al-Qur’an merupakan kitab suci orang islam yang darinya memancar aneka ilmu keislaman, dari segala aspek yang kita alami dan hadapi dalam kehidupan ini, tidak hanya mengikat dalam personal dunia melainkan juga persoalan akhirat. Karena itulah kitab suci ini mendorong kita untuk melakukan pengajian pengamatan dan penelitian. Dalam konteks inilah lahirnya berbagai macam disiplin ilmu yang kita kenal saat ini.

Siapa yang mengamati aneka disiplin ilmu keislaman, baik kebahasan, keagamaan, maupun filsafat, kendati berbeda-beda dalam analisis, istilah dan pemaparannya, namun kesemuanya menjadikan teks-teks alqur’an sebagai focus pandangan dan titik tolak studinya.

Kenyataan menunjukkan bahwa semua kelompok umat Islam, apapun alirannya selalu merujuk kepada Al-Qur’an untuk memperoleh pentunjuk atau menguatkan pendapatnya. Bahkan sementara non-muslim menunjuk ayat-ayat dalam kitab suci Al-Qur’an ini untuk melegitimasi idenya.

Dalam disiplin ilmu, yang membahas Al-Qur’an disebut dengan ulumul Qur’an. Dan dalam penjelasan mengenai kandungan Al-Qur’an maka disebutlah dengan ilmu tafsir atau ‘ulumu tafsir .

Dalam pembahasan kali ini penulis mencoba membahas apa itu tafsir dan berbagai jenisnya serta mengenal corak tafsir al-Qur’an yang hingga saat ini sudah banyak ditulis oleh pakar ilmu-ilmu Al-Qur’an.

 

  1. PEMBAHASAN
  2. Pengertian Tafsir, Takwil dan terjemah Al-Qur’an

Kata Tafsîr pada mulanya berarti penjelasan, atau penampakan makna. Ahmad Ibnu Faris (w 395 H) pakar ilmu bahasa menjelaskan dalam bukunya AlMaqasyis fil Al-Lughoh bahwa kata-kata yang terdiri dari ketiga huruf fa sin ra mengandung makna keterbukaan dan kejelasan.[1]

Kata fassara merupakan tsulasi mazid biharf (kata dasar tiga kemudian mendapat tambahan satu huruf; yaitu tasydid atau huruf sejenis ain fi-ilnya). Penambahan ini berkonsekuensi terhadap perubahan makna yaitu taksir (banyak). Maka dengan demikian asecara harfiah tafsir dapat diartikan kepada banyak memberikan penjelasan”. Maka menafsirkan Al-Quran berarti memberikan banyak komentar terhadap ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan pengertian atau makna yang dapat dijangkau oleh seorang mufassir.[2]

Dari sini kata Fasara serupa dengan kata Safara, hanya saja yang pertama mengandung arti menampakkan makna yang dapat terjangkau oleh akal, sedangkan yang kedua safara menampakkan hal yang bersifat material dan indriawi.

kata tafsir yang terambil dari kata fasara mengandung makna kesungguhan membuka diri atau berulang ulang melakukan upaya membuka, Sehingga itu berarti kesungguhan dan berulang-ulangnya upaya untuk membuka apa yang tertutup/menjelaskan apa yang musykil/sulit dari makna sesuatu. Antara lain kosa kata.

 

Menurut al Kilbi dalam attashil disampaikan bahwa yang dimaksud dengan tafsir adalah:

التَفْسِيْرُ : شَرْحُ القُرْأنُ وَبَيَان مَعْنَاهُ وَ الإِفْصَاحُ بِمَا يَقْتَضيْح بنَصْهِ أَوْ إشَارَتِهِ أوْ نجْوَاه

“tafsir adalah menjelaskan Al-Quran, menerangkan maknannya dan menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat atau tujuannya”.[3]

 

Sudah bermacam-macam formulasi yang dikemukakan pada pakar tetang maksud tafsir Al-Qur’an

Salah satu defenisi yang singkat tetapi cukup mencakup adalah: Penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Tafsir itu lahir dari upaya sungguh sungguh dan berulang ulang sang penafsir untuk beristinbath/menarik dan menemukan makna-makna pada teks ayat-ayat Al-Qur’an serta menjelaskan apa yang musykil/samar dari ayat –ayat tersebut sesuai kemampuan dan kecendrungan sang penafsir.

Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi dari defenisi diatas menurut Quraish Shihab [4]

Pertama: sang penafsir harus bersungguh dan berulang-ulang berupaya untuk menemukan makna yang benar dan dapat dipertanggung- jawabkannya. Penafsiran bukanlah pekerjaan sampingan. Penafsiran Al-Qur’an tidak boleh dilakukan tanpa dasar/sekadar kira-kira, karena yang ditafsirkan adalah firman Allah dan karena ia dapat berdampak besar dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi manusia.

Kedua. Sang penafsir tidak hanya bertugas menjelaskan makna yang dipahaminya, tetapi dia juga hendaknya berusaha menyelesaikan kemusyrikan/kesamaran makna lafazh atau kandungan kalimat ayat. namun penyelesaiannya jangan dipaksakan, biarlah ia dalam kesamarannya untuk yang bersangkutan, bahkan bisa jadi sepanjang generasinya, suatu ketika, Insya-Allah akan terungkap sebagaimana yang terbukti dewasa ini dari banyak masalah yang belum terungkap di masa lalu.

Ketiga. Karena tafsir adalah hasil upaya manusia sesuai dengan kemapuan dan kecendrungannya maka tidak dapat dihindari adanya peringkat hasil karya penafsiran, baik dari segi kedalaman uraian atau kedangkalannya, keluasan atau kesempitannya, maupun corak penafsiran seperti misalnya corak hukum atau filosofis atau kebahasaan atau sains dan sebagainya.

Sedangkan Kata Takwil (تأويل) diambil dari kata (اول) aul/kembali dan ma’âl yakni kesudahan. Men-ta’wi’lkan sesuatu berarti menjadikannya berbeda dari semua, dengan kata lain takwil adalah mengemballikan makna kata/kalimat kearah yang bukan arah makna harfiahnya yang dikenal secara umum.[5]

Takwil menurut Husain Adz Dzhabi dalam kitabnya at tafsir wal mufassirun mengatakan takwil menurut ulama mutaakhiriin adalah memalingkan makna suatu lafal dari yang tarjih kepada yang marju, karena ada dalil yang menunjukkan perlunya makna itu dipalingkan[6]

Bila dideteksi proses pentakwilan, maka ia terjadi dalam dua tahap:

Pertama: Pengembalian kata atau kalimat kedalam benak untuk mengetahui maknanya yang populer, lalu terjadi pengembalian Kedua, yaitu makna yang telah tergambar dalam benak itu dikembalikan lagi ke makna lain. Sehingga lahir makna kedua yang bersumber dari makna pertama.

Dari sini takwil dipahami juga sebagai “mengungkap makna yang tersembunyi”.

Sebuah contoh bisa penulis diskripsikan disini seperti sebuah kalimat “dia duduk dikursi yang basah” ketika anda mendengar kalimat terebut maka dalam benak anda akan tergambar pemahaman bahwasanya ada seseorang dalam keadaan tertentu yang duduk ditempat yang terkena air, akan tetapi ketika anda memamahi kalimat tersebut kembali maka timbul pemahaman makna kalimat yang lebih jauh lagi, yaitu memaknainya sebagai suatu kondisi yang berada dalam satu jabatan yang menyenangkan, ada yang memahami dalam arti awal bahwa si pengucap sebenarnya sudah bermaksud dari kata-katanya tersebut dengan pemahaman berada dalam suatu jabatan yang menyenangkan, akan tetapi karena terlintas dibenak anda pertama kali bahwa berada ditempat duduk yang terkena air maka dengan mentakwilkannya telah mengembalikan makna lafazh susunan kata yang pertama kali terlintas dalam benak anda itu kemakna yag dimaksud oleh pembicara, yaitu berada dalam suatu jabatan yang menyenangkan.

Takwil sebenarnya telah dikenal oleh sementara sahabat nabi SAW karena memang bahasa arab sejak dahulu kala tidak jarang menggunakannya, tetapi penggunaannya terhadap ayat-ayat Al-Quran secara berlebihan menjadikan takwil tidak berkenan dihati dan pikiran sebagian ulama, khususnya mereka yang hidup sebelum abad ke 3 H. Atau kelompok yang berusaha melakukan pemurnian agama dari segala yang baru.[7]

Sedangkan Terjemah Al-Quran adalah pemindahan dari suatu bahasa kedalam bahasa yang lain atau menjelaskan makna suatu ungkapan yang terdapat dalam suatu bangsa dengan menggunakan bahasa lain.[8]

Para ulama membagi terjemahan itu kepada dua macam yaitu sebagai berikut.

Satu, terjemah harfiah yaitu memindahkan suatu ungkapan dari sautu bahasa kebahasa lain dimana dalam pemindahan itu tetap terjaga dan terpelihara susunan, tertib dan semua makna bahasa yang diterjemahkan. Terjemahan harfiah ini bisa dikategorikan kedapa dua bentuk yaitu kandungan terjemahan persis sama dengan kandungan ungkapan yang diterjemahkan dan kandungan terjemahan tidak persis sama dengan kandungan bahasa yang diterjemahkan, dan  untuk bentuk pertama tidak mungkin dilakukan terhadap al-Quran yang merupakan mukjizat dan memiliki makna yang tidak bisa diwakilkan oleh semua bahasa yang ada.

Dan Kedua terjemah tafsiriah yaitu menjelaskan suatu ungkapan dan maknanya yang terdapat dalam suatu bahasa dengan menggunakan bahasa lain tanpa menjaga atau memelihara susunan serta tata-tertib bahasa aslinya. Dan juga tidak mengungkapkan semua makna yang dimaksudkan oleh bahasa aslinya.

Jadi jika kita melihat dari tiga defenisi dan penjelasan dari tafsir, takwil dan terjemah diatas sudah jelas tentunya perbedaan satu sama lain yang akhirnya perlu kita pahami dan kita dalami agar tidak ada kesalahpahaman dan tumpang tindih dalam pemakaian kata maupun kalimat dalam mempelajari dan memahami Al-Quran tersebut.

  1. Perbedaan tafsir dan takwil.

Ada ulama yang mempersamakan antara tafsir dan takwil ada juga yang membedakannya dengan menyatakan tafsir berkaitan dengan lafazh/kosakata sedang takwil berkaitan dengan kalimat susunan kata, ada lagi yang menyatakan bahwa tafsir berkaitan dengan riwayat sedang takwil berkaitan dengan dirayat yakni pengetahuan nalar dan analisis. Tafsir adalah mendengar dan mengikuti sedangkan takwil adalah ber-Istinbath yakni menggunakan nalar untuk mencapai kesimpulan.

Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa ada aspek yang membuat sama pemahaman antara tafsir dan takwil dan ada pula aspek yang membedakannya. Aspek yang menyamakannya adalah makna harfiah dan tujuan keduanya dilaksanakan. Yaitu sama-sama mencari maksud yang terkandung dalam ayat Al-Quran. Dan aspek pembedanya adalah cara atau materi penjelasan itu.

Tafsir menjelaskan makna ayat berdasarkan makna lafal secara dzahir atau berdasarkan sunnah nabi. Sedangkan takwil melampaui semua itu. Yaitu keluar dari makna dzahir ayat seperti yang penulis terangkan sebelumnya dengan contoh yaitu mengungkap makna yang tersembunyi. Karena ada dalil yang menunjukkan tidak memungkinkanya suatu lafal dimaknai secara dzahir saja atau tidak ada penjelasan nabi mengenai makna ayat tersebut. Selain itu , takwil juga merupakan usaha seseorang mufasir dalam menetunkan makna ganda yang dikandung oleh suatu lafal.  Karena dimasa sahabat rasulullah hidup mereka pasti mendapatkan keterangan yang jelas dari rasulullah lansung tentang ayat tertentu yang ketika itu mereka butuh penjelasan namun ketika rasulullah meninggal maka timbul persoalan baru yang sebelumnya belum ada dapat penjelasan yang konkrit dari Rasulullah saw. Yang akhirnya memerlukan penjelasan melalui tafsir dan takwil.

Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan terjemah di pihak lain adalah bahwa berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata di dalam Al-Qur’an dan mengalihkan bahasa Al-Qur’an yang aslinya bahasa Arab ke bahasa non Arab.

Para mufassirin telah berselisih tentang makna tafsir dan takwil:

  • Menurut Abu Ubaidah: “Tafsir dan takwil satu makna.” Pendapat ini di bantah oleh para ulama yaitu diantaranya Abu Bakar Ibnu Habib an-Naisabury
  • Menurut Al-Raghif Al-Ashfahani: “Tafsir itu lebih umum dan lebih banyak dipakai mengenai kata-kata tunggal, sedangkan takwil lebih banyak dipakai mengenai makna dan susunan kalimat.
  • Menurut setengah ulama : “Tafsir menerangkan makna lafazh yang tidak menerima selain dari satu arti. Sedangkan takwil menetapkan makna yang dikehendaki oleh suatu lafazh yang dapat menerima banyak makna, karena ada dalil-dalil yang menghendakinya.[9]
  • Menurut Manna al Quthan bahwa tafsir yaitu menerangkan dan menjelaskan kata kata. Wujudnya itu berada dalam perasaan, yang diucapkan itu hanya merupakan dalil dari apa yang dimaksud adapun takwil yaitu jiwa hal yang berada diluar. Bila dikatakan terbit matahari, manurut takwil, marteri matahari itu sudah muncul.[10]

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan  bahwa perbedaan tafsir dan takwil yaitu:

  1. Tafsir itu lebih umum dari takwil karena dipakai dalam kitab Allah dan lainnya, sedangkan takwil itu lebih banyak digunakan dalam kitab Allah.
  2. Tafsir pada umumnya digunakan pada lafazh dan mufradat (kosakata), sedangkan takwil pda umumnya digunakan untuk menunjukan makna dan kalimat.
  3. Takwil diartikan juga sebagai memalingkan makna suatu lafazh dari makna yang kuat (ar-rajih) ke makna yang kurang kuat (al-marjuh), karena disertai dalilyang menunjukan demikian. Sedangkan tafsir menjelaskan makna suatu ayat berdasarkan makna yang kuat.
  4. Para ulama ada juga yang berpendapat bahwa tafsir adalah penjelasan yang berdasarkan riwayah, dan takwil berdasarkan dirayah.[11]
  5. Bentuk dan Metode Tafsir

Sebelum masuk kepada pembagiannya selayaknya kita mengenal pengertian dari metode itu sendiri  agar tidak ada kesalahpahaman dalam pemakaian kata dalam pengambilan istinbat dan ilmu yang di dalami, karena dalam berbagai bacaan yang penulis baca ada yang memakai pemakaian kata metode, kaidah, langkah-langkah, cara-cara dsb. Dalam semua itu sangat berbeda dalam pengertiannya.

Sedangkan metode disini dimaksud adalah metode tafsir yaitu suatu cara melakukan penafsiran atau cara menjelaskan, menyingkapkan atau menerangkan ayat-ayat Al-Quran dari berbagai segi baik segi makna lafaz secara tunggal atau jamak, mufrad atau murakobah, nuzul, hukum dan hikmah, i’tiba yang dapat diambil dari ayat  dan lain-lainnya. [12]

Ataupun dia suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah SWT didalam ayat-ayat al-Quran yang diturunkannya kepada nabi Muhammad SAW.[13]

Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, metode penafsiran yang digunakan oleh para mufassir dapat dikelompokkan kepada 3 macam, yaitu tafsir berdasarkan sumber yang digunakan (bentuknya), tafsir berdasarkan kepada keluasan penjelasan yang diberikan kepada ayat dan sistematika penentuan ayat yang akan ditafsirkan  (metode tafsir) dan tafsir berdasarkan kepada kecendrungan dan madzhab mufassir (corak-coraknya) . Adapun penjabarannya sebagaimana berikut.

  1. Tafsir dari segi sumber penafsiran

Dari segi sumber penafsiran, tafsir terbagi menjadi 3 macam , yaitu

  • Tafsir bil matsur

Tafsir bil matsur ialah tafsir al-Quran yang didasarkan kepada nash atau dalil yang sahih yang dinukilkan dengan shahih secara tertib, yang dimulai dari al-Quran atau sunnah karena sunnah datang sesudah al-Quran, atau dengan apa yang diriwayatkan dari para sahabat karena mereka adalah orang yang paling tau dengan kitab Allah atau dengan pendapat tabiim sebab mereka umumnya menerima dari para sahabat arainya penafsiran yang sudah terdapat dalam Al-Quran sendiri atau dalam hadis rasullulah atau dalam kata-kata sahabat sebagai penjelasan bagi apa yang dikehendaki oleh Allah SWT dalam firmannya[14]

 

Tafsir bil matsur ialah tafsir Al-Quran yang didasarkan kepada nash atau dalil dalil yagn shahih yang dinukilkan dengan shaih secara tertib yang dimulai dari Al-Quran atau sunnah, dan apa yang diriwayatkan dari para sahabat. Tafsir ini mencakup pada:

  • Penafsiran ayat dengan ayat

Contoh:

Surat al-Baqarah ayat 37

#‘¤)n=tGsù ãPyŠ#uä `ÏB ¾ÏmÎn/§‘ ;M»yJÎ=x. z>$tGsù Ïmø‹n=tã 4 ¼çm¯RÎ) uqèd Ü>#§q­G9$# ãLìÏm§9$#

  1. kemudian Adam menerima beberapa kalimat[15] dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

 

Dan ayat yang menjelaskan lafadz dari “kalimaatin” itu sebagian ahli tafsir mengatakan terdapat pada surat al a’raf ayat 23:

Ÿw$s% $uZ­/u‘ !$oY÷Hs>sß $uZ|¡àÿRr& bÎ)ur óO©9 öÏÿøós? $uZs9 $oYôJymös?ur ¨ûsðqä3uZs9 z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»y‚ø9$# ÇËÌÈ

  1. keduanya berkata: “Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami, niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi.

 

  • Penafsiran ayat dengan hadis

Yang dimaksud adalah menafsirkan alaquran dengan hadis nabi. Nabi menafsirkan kata al-madgduubi dan al-dhollin masing masing dengan orang yahudi dan orang orang nasrani dalam firmannya dalam surat alfatihah.

xÞºuŽÅÀ tûïÏ%©!$# |MôJyè÷Rr& öNÎgø‹n=tã Ύöxî ÅUqàÒøóyJø9$# óOÎgø‹n=tæ Ÿwur tûüÏj9!$žÒ9$# ÇÐÈ

 

Surat al-anam ayat 82

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk

 

Rasulullah menafsirkan bahwa kata zhulum /penganiayaan disini adalah kemusyrikan. Sejalan dengan firman Allah .

…..إن الشرك لظلم عظيم

Sesunguhnya syirik/persekutuan terhadap Allah SWT adalah kezhaliman besar (Luqman ayat 13)

Penafsiran Al-Quran dengan hadis teramat banyak jumlahnya untuk disebutkan satu – persatu dan dapat dilacak melalui kitab-kitab hadis yang jumlahnya sangat banyak .

 

  • Penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para sahabat

Contohnya adalah pemahaman sahabat Nabi Sayyidina Umar atau Ibn Abbas Ra tentang makna surah An-nashr bahwa surat itu adalah isyarat tentang telah mendekatnya ajal nabi Muhammad saw.[16]

Oleh sebagian ulama digolongkan kedalam kelompok tafsir riwayah alhakim misalnya dalam bukunya al mustadrak mengatakan bahwa tafsir sahabat yang menyaksikan proses turunnya wahyu Al-Quran layak diposisikan sebagai hadis marfu’ maksudnya disetarakan dengan hadis nabi, namun demikian ada pula ulama yang membatasi bahwa tafsir sahabat itu biasa digolongkan kedalam kelompok tafsir riwayah manakala yang diambil dari mereka adalah hal-hal yang berkenaan dengan ilmu sima’i semisal; sabab nuzul dan kisah yang tidak ada kaitannya dengan lapangan ijtihad. Sedangkan hal- hal yang mereka peroleh dengan cara pemahaman dan ijtihad lebih tepat digolongkan kedalam deretan hadis mauquf tidak tepat kedalam hadis marfu’[17]

Dengan demikian maka penafsiran al-Quran dengan didasarkan kepada ijtihad para sahabat paling sedikit menurut sebagian ulama lebih tepat digolongkan kedalam kelompok tafsir bi al dirayah dari pada riwayah.

  • Tafir bi ra’yi

Tafsir ini disebut juga dengan tafsir dirayah yaitu tafsir Al-Quran yang didasarkan kepada ijtihad dan pemikiran mufassir sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah bahasa arab artinya pola pemahaman terhadapt ayat-ayat Al-Quran dilakukan melakui ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dan menggunakan seluruh kemampuan ilmu yang dimiliki guna mencapai hasil penafsiran yang memadai sesuai dengan yang dikehendaki oleh isi ayat yang bersangkutan.

Menurut manna al-Qattahn tafsir bil ra’yi yaitu metode penafsiran yang mana mufassir dalam menerangkan makna ayat hanya berlandaskan kepada pemahaman yang khusus berdasarkan pemikiran semata bukan didasarkan kepada jiwa syariat yang didasarkan kepada nash nashnya.[18]

Tafsir bil ra’yi ialah penafsiran Al-Quran yang dilakukan berdasarkan ijtihad mufassir setelah mengenali lebih dahulu bahasa arab dari beberbagai aspeknya serta mengenali lafal-lafal bahasa arab dan segi–segi argumentasinya yang dibantu dengan menggunakan syair-syair jahili serta mempertimbangkan sabab nuzul dan sarana lain yang dibutuhkan seorang mufassir[19].

Karena tafsir ini lebih menekankan kepada kekuatan bahasa dan akal pikiran mufassir maka para ahli ilmu tafsir membedakan tafsir bi ra’yi ini kedalam dua macam [20] yaitu tafsir bi ra’yi yang terpuji dan tafsir bil ra’yi yang tercela.

Yang dimaksud ra’yi adalah ijtihad. Jadi tafsir bil ra’yi adalah penafsirkan Al-Quran dengan ijtihad setelah mufassir memahami pola pola bahasa arab, kata kata arab dan makna serta menguasai maksud dan ilmu ilmu Al-Quran seperti, azab nuzul, nasih mansuh. Muhkam. Dan mutasyabih. Dan lain lain,[21]

Patut disebut bahwa tafsir bi ra’yi tidak bisa dilepas dari tafsir bil matsur sebab tafsir bil matsur merupakan pondasi sedangkan tafsri bil-ra’yi seperti bangunan, atau tafsri bil matsur merupakan pokok sedangkan tafsir bil ra’yi merupakan cabang. sebab ilmu-ilmu rasional telah menjadi produk yang popular dan barang yang terus berkembang. Dan umat manusia memerlukan penjelasan beserta uraian dan takwil dari ayat –ayat yang belum dijelaskan[22]

Tafsir yang terpuji memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Sesuai dengan tujuan al syariah
  2. Jauh atau terhindar dari kesalahan dan kesesatan
  3. Dibangun atas dasar kaidah-kaidah kebahasaan yang tepat dengan memmpraktikkan gaya bahasa dalam memahami nash -nash Al-Quran
  4. Tidak mengabaikan kaidah kaidah penafsiran yang sangat tidak penting seperti memerhatikan sabab nuzul, ilmu munasabah dan lain lain

Adapun tafsir madzmun atau yang tercela yaitu tafsir yag ciri-ciri penafsirannya sebagai berikut:

  1. Mufassirnya tidak mempunyai keilmuan yang memadai
  2. Tidak didasarkan kepada kaidah-kaidah keilmuan
  3. Menafsirkan Al-Quran dengan semata-mata mengadalkan kecendrungan hawa nafsu
  4. Mengabaikan aturan-aturan bahasa arab dan aturan syariah yang menyebabkan penafsirannya menjadi rusak, sesat dan menyesatkan [23]
  • Tafsir isyari

Kata isyarah adalah sinonim dengan kata aldalil yang berarti tanda petunjuk indikasi, isyarat signal, perintah, panggilan, nasihat dan saran. Sedangkan yang dimaksud dengan tafsir bil isyarah adalah menakwilkan Al-Quran dengan mengesampingkan (makna) lahiriyahnya karena ada isyarat indikator tersembunyi yang hanya bisa disimak oleh orang-orang yang memiliki ilmu suluk dan tasawuf. tetapi besar kemungkinan pula memadukan anatara makna isyarat yang bersifat rahasia itu dengan makna lahir sekaligus.[24]

Tafsir bil isyarah umum juga disebut dengan tafsir al-sufiyah dan tafsir batiniyah namun demikian terdapat perselisihan pendapat dikalangan ulama tafsir tentang penyamaan tafsir isyari dengan tafsir al-batini. Sebagian ulama berpendapat bahwa tafsir isyari pada dasarnya indentik benar dengan tafsir al-batini yang keduanya lebih mengutamakan makna-makna Al-Quran yang tersirat daripada makna-makna tersurat.

Tafsir isyari juga tafsir yang makna-maknanya ditarik dari ayat –ayat Al-Quran yang tidak diperoleh dari bunyi lafazh ayat tetapi dari kesan yang ditimbulkan oleh lafazh itu dalam benak penafsirnya yang memiliki kecerahan hati dan atau pikiran tanpa membatalkan makna lafazhnya [25]

Tafsir bil isyarah dapat dibedakan ke dalam dua macam yaitu tafsir bi isyarah yang maqbul (dapat diterima) dan tafsir isyarah yang mardud (harus ditolak), ada lima syarat minimal agar tafsir isyari ini dapat diterima.

  1. Tidak menafikan makna lahir dari makna-makna yang terkandung dalam redaksi ayat Al-Quran al karim
  2. Mufassirnya tidak mengklaim bahwa inilah satu-satunya penafsiran yang paling benar tanpa mempertimbangkan makna tersurat
  3. Tidak menggunakan takwil yang jauh menyimpang lagi lemah penakwilannya
  4. Tidak bertentangan dengan dalil syara’ maupun argumentasi aqli (pemikiran rasional)
  5. Ada pendukung dalil syar’i yang memperkuat penafsirannya[26]

Tafsir isyari ini oleh sebagian ulama juga disebut dengan tafsir batiniyah, namun sebenarnya ada letak perbedaan antara tafsir isyari dengan tafsir batini sebagaimana yang  diungkapkan oleh Qurasih Shihab sebagai berikut:

Inti dari perbedaan antara tafsir isyari dan tafsir bathiniya adalah pandangan mereka terhadap lafash/kalimat ayat. Penafsir al isyary mengakui lafazh dan maknanya tetapi dia menambahkan makna baru dari isyarat yang diperolehnya sedang penafsiran batiniyah tidak lagi mengakui makna kalimat yang digunakan ayat dan menganggap bahwa makna ayatnyalah yang dimaksud oleh ayat atau menyatakan bahwa makna lahiriah lafazh itu adalah buat orang-orang awam, sedang makna batinnya untuk orang-orang khusus.[27]

 

Contoh seperti Imam Al-Ghazali menulis tentang isyarat yang diperolehnya dari Nabi SAW. “Malaikat tidak masuk kerumah yang ada anjing atau patung-patung (yang disembah). bahwa ini mengisyaratkan bahwa makrifat Allah tidak akan masuk kehati yang penuh dengan anjing-anjing syahwat dan telah dinodai oleh berhala-berhala alam. lebih jauh Al-Ghazali menulis bahwa saya tidak berkata bahwa yang dimaksud dengan rumah adalah hati dan anjing adalah amarah serta sifat-sifat buruk, saya tidak menyatakan demikian, tetapi yang saya katakan /maksudkan adalah bahwa itu mengingatkan tentang hati, amarah, dan sifat-sifat buruk. memang berbeda antara mengalihkan makna lafazh yang zhahir menuju ke makna yang batin, lalu menafikan yang zhahir berbeda dengan memberi peringatan tentang makna batin yang lahir dari lafazh yang zhahir tanpa mengabaikan atau dengan tetap menegaskan makan yang zhahir itu.

  1. Tafsir dari segi keluasan penjelasan dan sistematika penghimpunan ayat

Harus diakui metode-metode tafsir yang ada atau dikembangkan selama ini memiliki keistimewaan dan kelemahan-kelemahannya, masing –masing dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Secara umum dikenal ada empat macam metode tafsir dengan berbagai macam cara atau hidangannya yaitu:

 

  • Tafsir tahlili (diskriprif-analitis)

Secara harfiah tahlili  (التحليلي)berarti menjadi lepas atau terurai yang dimaksud dengan  tafsir tahlili ialah metode penafsiran ayat Al-Quran yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian –uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran dengan mengikuti tertib susunan/urut-urutan surat–surat dan ayat- ayat Al-Quran itu sendiri dengan sedikit bayaknya melakukan analisis didalamnya .

Tafsir tahlili juga disebut sebagai suatu metode tafsir yang memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-Quran dengan menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya .[28]

Metode tahlili memiliki kelemahan dan kelebihan, Kelebihannya pada Ruang lingkup yang luas; Metode analisis mempunyai  ruang  lingkup yang  termasuk  luas. Metode  ini dapat digunakan  oleh mufassir  dalam  dua  bentuknya; ma’tsur  dan  ra’y  dapat dikembangkan dalam berbagai penafsiran sesuai dengan keahlian masing-masing mufassir. Dan Kelemahannya menjadikan petunjuk  al-Qur’an parsial atau  terpecah-pecah, tidak  utuh  dan  tidak  konsisten karena penafsiran yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari penafsiran yang  diberikan  pada  ayat-ayat  lain  yang  sama dengannya. Terjadinya perbedaan, karena kurang memperhatikan ayat-ayat  lain yang mirip atau sama dengannya.

Sebagai contoh surat al-baqarah ayat 219 yang membahas tentang khamer , maisir, dan makna al ‘afw dalam soal nafkah. Dan penjelasan mufassir dalam ayat ini tidak tuntas dikerenakan ada ayat-ayat lain yang berbicara tentang persoalan yang sama dan nyaris tidak disinggung yaitu surat Al-Maidah ayat 90.

 

 

  • Tafsir Ijmali (tafsir global)

Secara lughawi kata al ijmali berarti ringkasan ikhtisar global dan penjumlahan. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan tafsir ijmali adalah penafsiran al quran yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan Al-Quran melalui pembahasan yang bersifat umum tanpa uraian apalagi pembahasan ang panjang dan luas juga tidak dilakukan secara rinci [29]

Pembahasan dalam tafsir ini hanya meliputi beberapa aspek dalam bahasa yang singkat seperti tafsir farid li AlQuran al madjid yang hanya mengedepankan arti kata-kata, sabab nuzul dan penjelasan singkat yang sistematikannya sering diubah – ubah, maksudnya adakalanya mengedepankan mufradat kemudian sabab alnuzul , dan alma’na tetapi sering pula mendahulukan alma’na dan sabab alnuzul.

Metode  ijmali  dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an  juga memiliki kelebihan dan kelemahan, di antara Kelebihannya adalah Praktis dan mudah dipahami  oleh  ummat  dari berbagai  strata  sosial  dan  lapisan masyakat. Bebas  dari  penafsiran pemikiran-pemikiran yang kadang-kadang terlalu jauh dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an seperti pemikiran-pemikiran spekulatif.  dan tafsir ini Akrab dengan bahasa al-Qur’an: karena tafsir ini dengan metode global menggunakan bahasa yang singkat dan akrab dengan bahasa arab tersebut. Adapun Kelemahan Menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial: padahal al-Qur’an merupakan satu-kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang utuh, tidak terpecah-pecah dan berarti, dan Tidak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai.

 

 

Di antara kitab-kitab tafsir dengan metode ijmali, yaitu tafsir al-Jalalain karya Jalal al-Din al-Suyuthy dan Jalal al-Din al-Mahally, Tafsir al-Qur’an al-’Adhim olah Ustadz Muhammad Farid Wajdy, Shafwah al-Bayan li Ma’any  al-Qur’an  karangan Syaikh Husanain Muhammad Makhlut,  dan lain sebagainya.

  • Tafsir al- Muqaran (perbandingan)

Al tafsir al-muqaran adalah tafsir yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat-ayat al-Quran yang memiliki redaksi berbeda padahal isi kandungannya sama atau antar ayat yang memiliki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berlainan.

Tafsir ini juga bisa dilakukan dengan cara membandi-bandingkan aliran-aliran tafsir dan antara mufassir yang satu dengan mufassir yang lain maupun perbandingannya itu didasarkan pada perbedaan metode dan lain sebagainya.

Sebagai contoh firman Allah surat Ali Imran ayat 126

$tBur ã&s#yèy_ ª!$# žwÎ) 3“uŽô³ç0 öNä3s9 ¨ûÈõyJôÜtGÏ9ur Nä3ç/qè=è% ¾ÏmÎ/ 3 $tBur çŽóǨZ9$# žwÎ) ô`ÏB ωYÏã «!$# ͓ƒÍ•yèø9$# ÉO‹Å3ptø:$# ÇÊËÏÈ

  1. dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

Ayat diatas sedikit berbeda dengan ayat 10 dari surat al-Anfal disana dinyatakan

$tBur ã&s#yèy_ ª!$# žwÎ) 3“tô±ç/ ¨ûÈõyJôÜtFÏ9ur ¾ÏmÎ/ öNä3ç/qè=è% 4 $tBur çŽóǨZ9$# žwÎ) ô`ÏB ωYÏã «!$# 4 žcÎ) ©!$# ͕tã íOŠÅ3ym ÇÊÉÈ

  1. dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

 

Dalam surat Ali-Imran diatas kata bihi terletak sesudah qulubukum berbeda dengan ayat al-anfal yang letaknya sebelum qulubukum. Dalam al-Anfal fashilat dibarengi denga haf taaukid (inna/sesungguhnya) sedang dalam ali-Imran huruf tersebut tidak ditemukan mengapa demikian? Sedangkan kedua ayat tersebut berbicara tentang turunnya malaikat untuk mendukung kaum muslimin.

Tafsir Al-Muqarin memiliki beberapa kelebihan diantaranya lebih bersifat objektif, kritis dan berwawasan luas. Sedangkan kelemahannya antara lain terletak pada kenyataan bahwa metode tafsir ini tidak bisa digunakan untuk menafsirkan semua ayat al-Quran seperti halnya pada tafsir tahlili dan ijmali [30]

  • Tafsir Al Maudu’i(tematik)

Tafsir maudu’i adalah tafsir yang membahas tentang masalah-masalah Al-Quran al karim yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat –ayatnya yang biasa juga disebut dengan metode tauhidi untuk kemudian melakukan penalaran terhadap isi kandungannya menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan syarat-syarat tertentu untuk menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya serta menghubung-hubungkan antara satu dengan yang lainnya dengan korelasi yang bersifat komprehensif.

Secara sederhana tafsir tematik ini adalah suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada satu tema tertentu lalu mencari pandangan Al-Quran tentang tema tersebut dengan jalan menghimpun semua ayat yang membicarakannya, menganalisa dan memahaminya ayat demi ayat lalu menghimpunnya dalam benak. Ayat yang bersifat umum dikaitkan dengan ayat yang bersifat khusus yang muthlaq digandengkan dengan yang muqayyad  dan lain-lain.[31]

Berkenaan dengan model tafsir maudhu’i M. Quraish Shihab [32] menyatakan bahwa dalam perkembangannya metode ini mengambil dua bentuk penyajian pertama menyajikan kotak yang berisi pesan-pesan al-Quran yang terdapat pada ayat-ayat yang terangkum pada satu surat saja. Bentuk penyajian kedua dari metode ini mulai berkembang pada tahun enam puluhan disadari oleh para pakar bahwa menghimpun pesan-pesan al-Quran yang terdapat pada satu surat saja belum menuntaskan persoalan. Maka perlu dihimpun pesan-pesan yang terdapat dalam berbagai surat lainnya. Dan dengan penyajian kedua ini akan tergambar keputusan akhir kitab suci akan pesan yang ingin diutarakannya.

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan kajian tafsir tematik adalah

  1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik)
  2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut
  3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya disertai dengan pengetahuan tentang asbab alnuzul-nya
  4. Memahami korelasi ayat –ayat tersebut dalam surahnya masing-masing.
  5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out-line).
  6. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan.
  7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan antara yang am(umum) dan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat) atau yang pada lahirnya bertentangan sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemakasaan [33]

 

Metode tafsir ini juga mempunyai kelebihan yang terpenting adalah bahwa metode ini penafsirannya bersifat luas, mendalam, tuntas dan sekaligus dinamis. Adapun kelemahannya antara lain sama dengan tafsir al-Muqaran yakni tidak dapat menafsirkan ayat-ayat al-Quran secara keseluruhan seperti yang dapat dilakukan dengan meode tahlili dan ijmali.[34]

  1. Tafsir berdasarkan kecendrungan mufassir dan madzhab

Tafsir berdasarkan kecendrungan mufassir dan mazhab akan dibahas pada point D. Sebagai Corak-corak tafsir Al-Quran

Metode penafsiran dalam skema

SKEMA 

D. Corak –corak tafsir Al-Quran

Dilihat dari segi sisi ayat Al-Quran dan kecendrungan penafsirannya terhadap sejumlah corak penafsiran ayat-ayat Al-Quran. atau dilihat dari segi pengelompokan ayat-ayat Al-Quran berdasarkan isinya. ditemukan sejumlah corak penafsiran ayat-ayat Al-Quran seperti  tafsir falsafi , tafsir ilmi , tafsir tarbawi , tafsir akhlaqi , dan tafsir fiqh

M.Quraish Shihab, mengatakan bahwa corak penafsiran yang dikenal selama ini, antara lain [a] corak sastra bahasa, [b] corak filsafat dan teologi, [c] corak penafsiran ilmiah, [d] corak fiqih atau hukum, [e] corak tasawuf, [f] bermula pada masa Syaikh Muhammad Abduh [1849-1905], corak-corak tersebut mulai berkurang dan perhatian lebih banyak tertuju pada penjelasan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat yang dikenal dengan corak sastra budaya kemasyarakatan. [35]

Berbagai corak penafsiran dalam tulisan ini tidak diuraikan secara rinci. namun secara global agaknya tetap dipandang perlu mengenai berbagai corak penafsiran dimaksud terutama terkait dengan orientasi nya.

  1. Tafsir Falsafi

Yang dimaksud dengan tafsir falsafi adalah penafsiran dengan ayat ayat alquaran berdasrkan pendekatan logika atau pemikiran filsafat atau bersifat leiberal dan radikal. Uhammad husein alzahabi ketika mengomentari perihal tafsir falsafi antara lain menyatakan bahwa menurut peneyelidikannya banyak kedalam segi pembahasan-pembahasan filsafat bercampur dengan penafsiran ayat-ayat Al-Quran .

Diantara contohnya ia menyebutkan penafsiran filsufuf dia mengingkari kemungkinan mikraj nabi Muhammad saw. Dengan fisik disamping ruhnya, mereka hanya meyakini kemungkinan mikraj nabi Muhammad hanya dengan roh tanpa jasad.

Penafsiran secara filsafat memang relative banyak dijumpai dalam sejumlah kitab tafsir yang membahas, ayat-ayat tertentu yang melakukan pendekatan penafsiran secara keseluruhan terhadap semua ayat Al-Quran relative tidak begitu banyak .

  1. Tafsir ilmi

Adalah penafsiran Al-Quran yang pembahasannya lebih menggunakan pendekatan istilah-istilah ilmiah dalam mengungkapkan maksud Al-Quran dan seberapa dapat berusaha melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang berbeda dan melibatkan pemikiran-pemikiran filsafat .

Dalam padangan pendukung tafsir ilmi, model pemikiran semacam ini memberi kesempatan yang sangat luas, bagi para mufassir untuk mengembangkan berbagai potensi keilmuan yang telah dan akan terbentuk dalam/dari Al-Quran. Al-Quran tidak hanya sebgai sumber-sumber ilmu keagamaan yang bersifat iktiqadiyah dan amaliyah atau akan tetapi juga meliputi semua ilmu- ilmu kedunian yang beraneka macam jenis dan bilangannya.

  1. Tafsir shufi

Tafsîr al-Shufiyah, yakni tafsir yang didasarkan atas olah sufistik, dan ini terbagi dalam dua bagian; tafsîr shûfi nadzary dan tafsîr shûfi  isyary. Tafsir sufi nadzary adalah tafsir yang didasarkan atas perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini tertolak. Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang didasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsir al-Qur`an al-Adzim karya al-Tustari, Haqaiq al-Tafsir karya al-Sulami dan Arais al-Bayan fî Haqaiq al-Qur`an  karya al-Syairazi.

 

 

  1. Tafsir Adabi ijtima’i

Tafsir adabi Ijtima’i sebagaimana disebutkan oleh al Farmawi adalah Corak tafsir yang menitikberatkan penjelasan ayat-ayat al-Quran pada Aspek ketelitian redaksinya lalu menyusun kandungannya dalam redaksi yang indah dengan penonjolan aspek-aspek petunjuk al Qur’an bagi kehidupan, serta menghubungkan pengertian ayat tersebut dengan hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia.

Tokoh utama corak adabi ijtima’i ini adalah Muhammad Abduh sebagai peletak dasarnya, dilanjutkan oleh muridnya Rasyid Ridha, di era selanjutnya adalah Fazlurrahman, Muhammad Arkoun. Selanjutnya yang masih menjadi bagian dari para mufassir dengan corak ini adalah Tafsir Al-Manar, oleh Rasyid Ridha (w. 1345 H). Tafsir Al-Maraghi, oleh Syekh Muhammad Al-Maraghi (w. 1945 M). Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, karya Al-Syekh Mahmud Syaltut . dan Tafsir Al-Wadhih, karya Muhammad Mahmud Baht Al-Hijazi.

  1. Tafsir tarbawi

Tafsir tarbawi adalah tafsir yang berorientasi kepada ayat-ayat tentang pendidikan. Dibandingkan dengan corak-corak tafsir yang lain terutama tafsir ahkam yang akan kita singgung nanti, kitab tafsir yang khusus membahas tertang tarbawi relative masih amat sedikit . diantara contoh kita tafsir tarbawi adalah. Namadzij tarbawiyah min Al-Quran alkarim buah tangan ahmad zaki tafahah.

 

  1. Tafsir akhlaqi

Yaitu penafsiran yang lebih cenderung kepada ayat-ayat tentang akhlak dan menurut pendekatan ilmu-ilmu akhlak penafsiran ayat-ayat akhlak hampir dijumpai pada berbagai kitab tafsir dalam hal ini terutama aliran tafsir bi matsur dan kitab tafsir tahlili dan tafsir alisyari namun demikian tidak berarti tidak ada kitab tafsir yang secara khusus menggarap ayat tentang akhlak.

Kitab tafsir yang secara khusus hanya membahas ayat-ayat akhlak agaknya relative langka. Tetapi penafsiran ayat-ayat akhlak dalam kitab-kitab tafsir tahlili teramat banyak. Satu diantaranya adalah tafsir Annasafi . (4 jilid 1374 halaman) karya  al imam al jalil al alamah ali al barakat Abdullah bin ahmad bin mahmud an nasafi,

  1. Tafsir fiqh

Tafsir fiqh yang kemudian lebih popular dengan sebutan tafsir ayat al-ahkam atau tafsir ahkam saja; adalah tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam Al-Quran .

Berlainan dengan tafsir-tafsir yang lain semisal tafsir ilmi dan tafsir falsafi yang eksistensi dan pengembangannya diperdebatkan pakar-pakar tafsir, keberadaan tafsir ahkam dapat dikatakan diterima oleh seluruh lapisan mufassirin.

Tafsir ahkam memiliki usia yag sangat tua karena lahir bersamaan dengan kelahiran tafsir Al-Quran pada umumnya teramat banyak. Di antara kitab-kitab yang tergolong tafsir fiqhī adalah Ahkam al-Quran karya al-Jassas (w. 370 H); dan  Ahkam al-Quran karya Ibn al-‘Arabi (w. 543 H)

 

  • PENUTUP

Berdasarkan pengertian-pengertian pendapat para ulama  dapat disimpulkan bahwa: “Tafsir” adalah suatu usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyikapi nilai-nilai samawi yang terdapat didalam Al-Qur’an.

Takwil” adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafazh itu.

Terjemah” adalah memindahkan bahasa Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa ‘Arab dan mencetak terjemah ini kebeberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa ‘Arab, sehingga dapat memahami kitab Allah SWt, dengan perantaraan terjemahan.

Bentuk penafsiran:

  1. Al-Ma’tsur
  2. Al-Ra’y
  3. Al –Isyari

Metode penafsiran:

  1. Tahlili (Analisis)
  2. Muqarran (Perbandingan)
  3. Ijmali (Global)
  4. Mawdhu’i (Tematik)

Corak penafsiran:

  1. Tafsir Falsafi
  2. Tafsir Ilmi
  3. Tafsir shufi
  4. Tafsir Adabi Ijtimai
  5. Tafsir Tarbawi
  6. Tafsir Akhlaqi
  7. Tafsir Fiqhi

Walau dalam kenyaataannya tulisan ini masih sederhana, tetapi seperti kata orang bijak: “apa yang tidak dapat diraih seluruhnya hendaklah tidak ditinggalkan seluruhnya”

Mudah-mudahan mendapatkan pencerahan dari apa yang dibahas dalam tulisan ini, dan diharapkan kritik dan saran dari rekan-rekan dan dosen pembimbing dalam mata kuliah studi al-Quran.

Jazakumullah khair katsira..

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Al-Dzahabi, Muhammad Husyn, A-Tafsir Wal Al Mufassirun.J.1 (tk : tp. 1396 H / 1976 M )

 

Abidu, Yunus Hasan, Tafsir Al-Quran ;Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir. (Jakarta : Gaya Media Pratama: 2007)

 

Al-Qatthan ,Manna Khalil, Studi Ilmu- Ilmu Al-Quran (Jakarta : Litera Antar Nusa, 1994)

 

As-Shiddieqey, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran  (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994)

 

____________, Ilmu-Ilmu Alquran (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1989)

 

Adz-Dzahabi, Muhammad Husain,  Attafsir Wal Al-Mufassirun, Jilid I

 

Baidan, Nasruddin, Metode Penafsiran Al-Quran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002)

 

Hasbi, Muhammad, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1987)

 

  1. Yusuf, Kadar, Study Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2010)

 

______________, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2012) edisi II,

 

Nailulrahmi, Ilmu Tafsir,( Padang, IAIN IB Press, 2010)

 

Quthan, Mannaul, Pembahasan Ilmu Al-Quran II, (Jakarta: Rineka Cipta,1995) terj.

Shihab, M. Quraish, Kaidah Tafsir, (Jakarta: Lentera Hati, 2013)

 

_______________, Membumikan al-Qur’an. (Bandung: Mizan. 2007)

 

_______________, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan. 2007)

 

Suma, Muhammad Amin, Ulumul Quran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013)

* Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang, R4. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi al-Qur’an, dipersentasekan pada hari selasa tanggal 18 November 2014 Pukul 10.30-12.30 WIB.

[1] M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Jakarta: Lentera Hati, 2013) h. 09

[2] Kadar M. Yusuf , Studi Alquran, (Jakarta: Amzah,2012) edisi II, h. 121

[3] As-shiddieqey, Sejarah dan Pengantar Ilmu Alquran  (Jakarta: PT. Bulang Bintang,1994) h. 178

[4] M. Quraish Shihab, op.cit  h. 10

[5] M. Quraish Shihab, op.cit  h. 10

[6] Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Attafsir Wal Al-Mufassirun, Jilid I h.20

[7] M. Quraish shihab, op.cit h.221

[8] Kadar M. Yusuf, op.cit h. 124

[9] Hasbi Muhammad, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,(semarang: Pustaka Rizki Putra, 1987) h. 171

[10] Mannaul Quthan, Pembahasan Ilmu Alquran II, (Jakarta: Rineka Cipta,1995) terj. h.167

[11] Kadar  M. Yusuf, study Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah,  2010) h. 133

[12] Nailulrahmi, Ilmu Tafsir,( Padang, IAIN IB Press, 2010) h. 63

[13] Nasruddin Baidan, Metode Penafsiran AlQuran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) h. 55

[14] Manna khalil alqatthan, studi ilmu ilmu alquran (Jakarta:Litera Antar Nusa, 1994) h. 482.

[15] Tentang beberapa kalimat (ajaran-ajaran) dari Tuhan yang diterima oleh Adam sebagian ahli tafsir mengartikannya dengan kata-kata untuk bertaubat.

[16] M. Quraish Shihab, op.cit h. 351

[17] Muhammad Amin Suma , Ulumul Quran (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2013) h. 343

[18] Ibid. h. 302

[19] Muhammad Husyn Al Dzahabi , A-Tafsir Wal Al Mufassirun.J.1 (tk:tp.1396H / 1976 M) h.295

[20] Muhammad Amin Suma op.cit h. 351

[21] Yunus Hasan Abidu, tafsir alquran ;sejarah tafsir dan mertode para mufasir. (Jakarta: gaya media pratama:2007) h.83

[22] Ibid h. 83

[23] Muhammad Amin Suma op.cit h. 352

[24] Ibid h 370

[25] Quraish Shihab, Kaidah Tafsir h. 369

[26] Muhammad Amin Suma op.cit h. 371 dan lihat juga T.M hasbi ash shiddiqi, ilmu-ilmu alquran (Jakarta: pt. bulan bintang, 1989) h 232

[27] Quraish shihab, op.cit. h.374

[28] Nailurrahmi op.cit h.77

[29] Muhammad Amin Suma, op.cit h 381

[30] Muhammad Amin Suma, op.cit h. 391

[31] Quraish Shihab op.cit h. 385

[32] M. Quraish Shihab. Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan. 2007). h. xiii

[33] M. Quraish Shihab. Membumikan al-Qur’an. (Bandung: Mizan. 2007). h.176 . langkah diatas dikemukakan oleh al-farmawi dari bukunya al-bidayah fi tafsir al-maudhu’iy. Dan bisa juga dilihat di M. Quraish Shihab. Kaidah Tafsir, h. 389, Yang sudah diberi beberapa catatan dan tambahan oleh M. Quraish Shihab sendiri. Seperti perlu mempelajari ayat demi ayat sesudah memahami korelasi antar ayat sebelum menyusunnya dalam kerangka yang sempurna.

[34] Muhammad Amin Suma, op.cit h.394

[35] M. Quraish Shihab. Membumikan al-Qur’an. op.cit  h. 107

ANAK SHOLAT TANPA DEBAT

buat Anakmu Sholat TANPA Debat, Keringat, Urat & Pengingat sholat

گيف تجعل أبنائك يصلون من أنفسھم بدون خصام أو تذكير

Bagaimana Membuat Anak2 Anda Sholat dengan Kesadaran Mereka Sendiri Tanpa Berdebat dan Tanpa Perlu Diingatkan?

أولادك لا يصلون أو أتعبوك من أجل أن يصلوا ؟   تعالوا لتروا كيف تغيرونهم بإذن الله تعالى

Anak2 anda tidak mau sholat? atau mereka sampai membuat anda capek saat mengingatkan untuk sholat?

Mari kita lihat bagaimana kita bisa merubah ini semua ~ biidznillah

عن إحدى الأخوات : تقول اقول لكم قصة وقعت معي انا

Salah seorang akhwat berkisah: “Aku akan menceritakan satu kisah yg terjadi padaku”

كانت بنتي بالخامس ابتدائي

Saat itu, anak perempuanku duduk di kelas 5 SD

و الصلاة ثقيلة عليها.. لدرجة اني قلت لها يوما قومي صلي وراقبتها فوجدتها أخذت السجادة ورمتها على الأرض وجاءتني سألتها هل ليت قالت نعم.. صدقوني بدون شعور صفعت وجھا أعرف أني أخطأت.. ولكن الموقف ضايقني وبكيت وخاصمتها ولمتها وخوفتها من الله ولم ينفع معها كل هذا الكلام ..

Sholat baginya adalah hal yg sangat berat…sampai2 suatu hari aku berkata kepadanya: “Bangun!! Sholat!!”, dan aku mengawasinya..

Aku melihatnya mengambil sajadah, kemudian melemparkannya ke lantai…Kemudian ia mendatangiku…

Aku bertanya kepadanya: “Apakah kamu sudah sholat?”

Ia menjawab: ” Sudah”

Kemudian aku MENAMPARNYA

Aku tahu aku salah Tetapi kondisinya mmg benar2 sulit…

Aku menangis..

Aku benar2 marah padanya, aku rendahkan dia dan aku menakut2inya akan siksa Allah…

Tapi….ternyata semua kata2ku itu tidak ada manfaatnya…

لكن في يوم من الأيام … قالت لي إحدى الصديقات قصة.. منقولة ..وهي :

Suatu hari, seorang sahabatku bercerita suatu kisah…

انها زارت قريبة لها عادية (ليست كثيرة التدين)، لكن عندما حضرت الصلاة ,قام أولادها يصلون بدون أن تناديهم

Suatu ketika ia berkunjung kerumah seorang kerabat dekatnya (seorang yg biasa2 saja dari segi agama) , tapi ketika datang waktu sholat, semua anak2nya langsung bersegera melaksanakan sholat tanpa diperintah….

تقول .. قلت لها : كيف يصلي أولادك من أنفسهم بدون خصام وتذكير ؟ !!!

Ia berkata: Aku berkata padanya “Bagaimana anak2mu bisa sholat dg kesadaran mereka tanpa berdebat dan tanpa perlu diingatkan?

قالت والله ليس عندي شي اقوله لك الا اني قبل أن أتزوج ادعو الله بهذا الدعاء وإلى يومنا هذا ادعو به

Ia menjawab: Demi Allah, aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa sejak jauh sebelum aku menikah aku selalu memanjatkan DO’A ini…dan sampai saat ini pun aku masih tetap bedo’a dg DO’A tersebut

انا بعد نصيحتها هذه لزمت هذا الدعاء .. في سجودي وقبل التسليم وفي الوتر .. وفي كل اوقات الاجابه

Setelah aku mendengarkan nasehatnya, aku selalu tanpa henti berdoa dg do’a ini..

Dalam sujudku… Saat sebelum salam…

Ketika witir… Dan disetiap waktu2 mustajab…

والله يا اخواتي.. ان بنتي هذه الآن بالثانوي.. من اول مابدأت الدعاء وهي التي توقظنا للصلاة وتذكرنا بها واخوانها كلهم ولله الحمد حريصون على الصلاة !!

Demi Allah wahai saudara2ku…

Anakku saat ini telah duduk dibangku SMA..

Sejak aku memulai berdoa dg doa itu, anakkulah yg rajin membangunkan kami dan mengingatkan kami untuk sholat…

Dan adik2nya, Alhamdulillah..mereka semua selalu menjaga sholat!!!

حتى امي زارتني ونامت عندي ولفت انتباهها ان بنتي تستيقظ وتدور علينا توقظنا للصلاة !!

Sampai2…saat ibuku berkunjung dan menginap dirumah kami, ia tercengang melihat anak perempuanku bangun pagi, kemudian membangunkan kami satu persatu untuk sholat…

أعرف .. أنكم الآن متشوقون لتعرفوا هذا الدعاء .. الدعاء موجود في سورة ابراهيم

Aku tahu anda semua penasaran ingin mengetahui doa apakah itu?

Yaaa..doa ini ada di QS.Ibrahim: 40

(والدعاء هو … ( رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء ) (إبراهيم ، 40

Doa ini adalah…

“Ya Robbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yg tetap melaksanakan sholat… Ya Robb kami, perkenankanlah doaku”

(QS. Ibrahim: 40)

فالدعاء الدعاء الدعاء وكما تعلمون الدعاء سلاح المؤمن

Yaa…Doa…Doa…dan Doa… Sebagaimana anda semua tahu bahwa doa adalah senjata seorang mukmin..

إرسلوها للكل حتى تعم الفائدة

Kirimkan tulisan ini agar lebih banyak orang yg mengambil manfaat…

إذا أعجبك الموضوع فلا ت قل شكـراً  قل : (رحم الله من نقلها لي ونقلها عني وجعلها بميزان حسناتكم

Jika anda terkesan dg tulisan ini, jangan katakan Syukron…

Tapi katakan: “Semoga Allah merahmati orang yang bersedia men-share (tulisan ini), kemudian menjadikannya pemberat bagi timbangan kebaikannya”

اقرأ هذا الدعاء لأبنائك و سيبقون بحفظ الله …. ورعايته

Baca selalu doa ini untuk anak2mu, biidznillah mereka akan selalu berada dalam penjagaan

Semoga bermanfaat

PETA HIDUP

Kalau hanya untuk menggelar  acara satu dua atau tiga hari saja kita membuat sebuah perencanaan atau pun sebuah proposal, lalu mengapa untuk hidup yang akan berjalan sekian puluhan tahun nanti kita tidak membuat proposal atau perencanaan?

Mengapa kita tidak menyusun Peta Hidup atau Life Plan bagi hidup kita?

Mengapa kita biarkan hidup kita hanya mengalir tanpa arah, tanpa tujuan, tanpa cita-cita?”

do you have it?